Bisnis.com, BOGOR - Joko Supriono, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkapkan onglkos produksi kelapa sawit perkebunan milik petani swadaya terlalu mahal.
Dia mengungkapkan perusahaan membeli tandan buah segar (TBS) itu di pabrik, ongkos transpor Rp200 per kilo, petani cuma menikmati harga separo karena habis untuk transport. "Belum lagi bicara tengkulak yang mencapai tiga tingkat," ujarnya dalam seminar kelapa sawit yang digelar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/11/2014).
"Ada yang namanya tukang galas (tengkulak level satu) pengumpul level 2 dan level 3 yang membawa tronton 30 ton dengan jarak tempuh 100-200 kilometer. Anda bisa bayangkan, margin petani habis di situ. Padahal 43% dari total luas kelapa sawit adalah milik petani swadaya. Jika hasil dari petani tidak dibeli oleh perusahaan, apa yang akan terjadi? Salah satu petani mengatakan kalau perusahaan tidak mau beli maka pabrik akan dibakar," katanya.
Ia menambahkan, salah satu kelemahan petani adalah tidak ada bank yang membiayai kebun swadaya. "Revitalisasi perkebunan itu tidak jalan," tuturnya.
"Kalau perusahaan mau membantu, sebenarnya konteksnya adalah CSR. Itu pun selama tidak ada kepastian dalam pemasaran, maka tidak akan sukses," ujarnya.
Dekan Fakultas Pertanian IPB Ernan Rustiadi mengatakan komoditas perkebunan rakyat Indonesia salah satunya adalah kelapa sawit, tetapi perkebunan tersebut masih dibayangi berbagai macam isu, antara lain banyak tumpang tindih tata ruang, banyaknya kebun sawit di kawasan hutan dan banyaknya kebun sawit di lahan gambut.
"Belum lagi persoalan agaria [kepemilikan lahan], penguasaan modal asing, proporsi perkebunan estate dan rakyat," katanya.
Ia mengatakan politik Indonesia saat ini memberikan perhatian yang besar untuk dikembangkannya perkebunan sawit rakyat dan banyak pandangan yang ingin mengurangi porsi penguasaan sawit oleh pihak asing atau korporasi besar.
"Persoalan politik perdagangan global, suka tidak suka persoalan sawit sulit untuk kita tutup mata kalau tidak dikaitkan dengan politik perdagangan," kata Ernan dalam seminar yang mengangkat tema "Kelapa Sawit Pengembangan Produksi Kelapa Sawit Rakyat melalui Pembinaan Petani Swadaya" Ernan menyebutkan, banyak negara yang terancam dan tersaingi dengan semakin kompetitifnya minyak sawit Indonesia. Produksi sawit dalam negeri yang mencapai 3,5 juta ton per hektare per tahun. Tidak ada minyak nabati lainnya yang bisa menandingi.
"Oleh karena itu banyak upaya untuk membatasi masuknya ekspor produk sawit dari kita (Indonesia-red)," ujar Ernan.
Lebih lanjut Ernan mengatakan, sistem pertanian kelapa sawit adalah yang terluas dalam mengokupasi lahan pertanian di Indonesia. Sawit telah mencapai 10 juta hektare, jauh melampaui luas sawah yang luasnya terus menurun yakni di bawah delapan juta hektare dari hasil proses keseimbangan yang panjang.
"Persoalan lainnya adalah teknologi. Menurut pakar sawit IPB, potensi sawit masih besar. Saat ini produksi sawit masih di bawah yang sebenarnya bisa dihasilkan," ujar Ernan.
"Selain itu, biomassa yang belum termanfaatkan dari limbah sawit masih luar biasa. Ini suatu sumber pertumbuhan baru yang kami bayangkan akan sangat besar. Oleh karenanya perlu ada perhatian khusus tentang pentingnya pemberdayaan petani sawit swadaya," kata Ernan menambahkan.