Bisnis.com, DENPASAR - Indonesia perlu mulai menerapkan standarisasi kemampuan berbahasa Indonesia kepada tenaga kerja asing yang akan bekerja di sini guna menerapkan prinsip keadilan.
Menurut Menteri TenagaKerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri, wacana itu mendesak direalisasikan karena arus tenaga kerja (naker) asing semakin tidak dibendung dengan diterapkannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mulai 2015.
“Indonesia tetap membuka diri terhadap globalisasi, tetapi keterbukaan harus dibarengi pengakuan ke tenaga kerja kita yang ke luar negeri harus memiliki standard tertentu, pemerintah berkepentingan ada fairness. Masa modalnya kerja di sini hanya selamat pagi saja,” ujarnya saat bertemu pelaku pariwisata Bali di Denpasar, Kamis (13/11/2015).
Menurutnya, bahasa merupakan unsur penting untuk berkomunikasi dalam dunia kerja sehingga wajib bagi tenaga kerja asing memiliki kemampuan berbahasa Indonesia sesuai standard tertentu.
Selain bahasa, unsur yang diwacanakan wajib bagi naker asing adalah tentang keIndonesiaan seperti bagaimana seorang koki harus mengerti resep dan masakan sebuah daerah.
Hanif menyerahkan format standarisasi tersebut kepada badan nasional sertifikasi dan profesi (BNSP) dan dewan bahasa. Dia meminta agar dukungan nasional wacana ini semakin kuat sehinga dapat diwujudkan dengan segera.
“Variabel seperti itu penting agar ada kesamaan dan harus dipahami ini bukan larangan buat tenaga kerja asing. Kita perlu hati-hati mengelola isu ini,” jelasnya.
Kepala Sekretariat BNSP Satrio Lelono mengakui sebetulnya sudah ada aturan naker asing di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia, tetapi tidak diatur standarisasinya. Menurutnya, standarisasi itu sangat perlu sebagai bentuk perlindungan tenaga kerja dalam negeri.
Apalagi, saat ini beberapa negara di kawasan Asia Tenggara sudah menerapkan kurikulum Bahasa Indonesia di sekolah, sehingga kemampuan berbahasanya cukup baik. Dikhawatirkan apabila tidak segera distandarisasi naker asing semakin menyingkirkan tenaga kerja dalam negeri.
“Harus segera, bagaimanapun misalnya seorang pimpinan dari luar negeri, tetapi tidak bisa memahami bahasa anak buahnya akan susah,” tuturnya.
Kalangan pariwisata Bali mendukung penuh wacana standarisasi Bahasa Indonesia bagi naker asing. Pasalnya, banyak naker asing yang bekerja di Bali tidak memiliki kemampuan sesuai standard yang ditetapkan.
“Ada tukang burger karena dapat rekomendasi bisa menjadi chef, padahal buat recipe saja belum tentu paham. Ada juga yang lulusan training tetapi dapat mendapat jabatan dan hal itu membuat masalah dengan karyawan,” jelas Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung Agung Rai Suryawijaya.
Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardana atau Cok Ace mengusulkan agar naker asing tidak hanya distandarisasi bahas Indonesia, tetapi juga mengenai pemahaman budaya setempat.
Dia menjelaskan beberapa naker asing di Bali ada yang bermasalah dengan lingkungan setempat, lantaran tidak menguasai kearifan lokal setempat.