Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku bisnis di bawah nauangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia menginginkan penetapan upah minimum regional ditetapkan setiap lima tahun sekali.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Tenaga Kerja Benny Soetrisno mengatakan dengan mekanisme tersebutm diharapkan bisa menghilangkan tradisi kisruh upah tahunan yang membuat iklim bisnis memanas.
"Jangan setiap tahun diterapkan, naik setiap lima tahun pakai formula inflasi plus 2%. Sekarang 2014, pemerintah buatlah sampai 2020," kata Benny, Rabu (5/11/2014).
Penghitungan penaikan upah minimum regional (UMR) per lima tahun akan memudahkan pengusaha menetapkan asumsi jangka pendek bisnis mereka. Kondisi ini juga menambah kenyamanan dan kepastian usaha bagi calon investor terutama di sektor padat karya.
Selain mengkritisi soal upah buruh yang menjadi masalah tahunan, pebisnis juga mengeluhkan soal harga energi, listrik maupun bahan bakar minyak (BBM). Kadin menuntut perbedaan perlakuan kepada pelanggan industri dan rumah tangga.
"Industri butuh kepastian. Dalam harga energi ada komponen subsidi, apakah nanti akan ada perubahan pricing menjadi energi untuk konsumsi lebih mahal daripada produksi," ucap Benny.
Perbedaan tarif tersebut akan mendorong efisiensi pemakaian oleh pelanggan yang menggunakan listrik, misalnya, sebagai barang konsumsi.
Pada sisi lain Kadin juga menginginkan dibuatkan perencanaan sumber daya manusia bekerja sama dengan lembaga pendidikan. Sebagai contoh, sarjana yang berkecimpung di industri kimia sudah melebihi kebutuhan maka lembaga pendidikan dapat mengurangi jumlah lulusan.
"Supaya kalau lulus cari kerjanya gampang. Jangan hanya urus pekerja yang sudah kerja tetapi juga yang belum bekerja," ujar Benny.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani berpendapat iklim sektor ketenagakerjaan di Tanah Air rentan konflik dengan pengusaha bikin dunia usaha tak tenang. Perkara ini sebetulnnya, menurut dia, merupakan dampak dari ketidaktegasan pemerintah.
“Demonstrasi buruh itu adalah implikasi dari ketidaktegasan pemimpin negara dalam menjalankan kepastian hukum,” katanya saat dihubungi Bisnis secara terpisah.
Catatan merah dalam rapor Kabinet Indonesia Bersatu adalah ketegasan pemimpin dalam menjalankan prosedur regulasi yang berlaku. Apabila pemerintah selanjutnya mampu memperbaiki ini, imbuh Franky, unjuk rasa pekerja bakal teredam karena sebetulnya sudah ada peraturan yang mengakomodir.
"Berita [soal ketenagakerjaan] ini sampai ke luar negeri. Banyak demonstrasi apalagi sampai tutup fasilitas. Jika proses penegakkan regulasi lebih pasti, orang akan kerja lebih tenang,” ucap Franky.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pada triwulan ketiga tahun lalu penyerapan tenaga kerja mencapai 411.543 orang. Tapi pada periode yang sama tahun ini tercatat hanya 349.377 orang.