Bisnis.com, MALANG — Pemkab Malang mengusulkan upah minimum kabupaten (UMK) 2015 versi buruh dan pengusaha ke gubernur karena keduanya tidak bersepakat mengenai nominalnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Malang Razali mengatakan buruh mengusulkan UMK 2015 sebesar Rp1.964.700 atau naik 20,16%, sedangkan pengusaha mengusulkan Rp1.820.409 atau naik 11,34% dari UMK 2014 yang sebesar Rp1.635.000. “Perbedaan usulan angka UMK karena pijakannya berbeda,” ujar Razali di Malang, Selasa (28/10/2014).
Buruh dalam mengusulkan besaran UMK selain mengacu pada ketentuan-ketentuan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, juga Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Timur Nomor 560/20059/031/2014 tentang Tambahan Tiga Poin Survei, yakni sewa kamar kos menjadi kontrak rumah sederhana, harga listrik Rp 120 ribu, dan tambahan transportasi.
Dengan biaya-biaya tersebut, maka nominal upah menjadi lebih tinggi. Dia mencontohkan, tentang tarif kos-kosan tentu lebih murah daripada tarif sewa rumah. Begitu juga dengan biaya listrik, sudah dipatok Rp120.000 per bulan yang angkanya jelas lebih tinggi daripada SE UMK 2014. Namun bagi pengusaha, SE Gubernur tentang UMK bukan merupakan ketentuan normatif. Karena itulah, SE tersebut bisa diabaikan, tidak digunakan sebagai acuan dalam penghitungan UMK.
“Karena itulah antara usulan buruh dan pengusaha tidak terjadi titik temu dalam pengusulan besaran UMK 2015,” ujarnya. Karena itu pula, Bupati Malang Rendra Kresna tidak mengajukan besaran usulan UMK 2015 dengan satu angka. Dua usulan tersebut langsung diajukan ke Gubernur sehingga penyelesainnya diselesaikan di tingkat provinsi.
“Suratnya akan kami kirim besok (Rabu, 29/10/2014). Kami masih menunggu usulan resmi dari Apindo,” ujarnya. Dia optimistis, Gubernur akan memanggil pengusaha dan buruh untuk membicarakan masalah usulan besaran UMK 2015 sebelum ditetapkan secara definitif. Jika pun di tingkat provinsi pembahasan mengenai besaran UMK 2015 masih menemui jalan buntu, maka kewenangan dari Gubernur untuk menetapkan besaran UMK Malang 2015.
“Kondisi di daerah lain hampir sama. Antar-daerah melirik besaran UMK-nya,” ujarnya. Yang menjadi benchmark dalam penetapan UMK, terutama UMK di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.