Bisnis.com, JAKARTA – Eksportir kopi menilai diversifikasi ekspor olahan kopi khususnya jenis robusta diperlukan untuk menciptakan nilai tambah, mengingat konsentrasi penjualan kopi selama ini masih berupa green bean atau biji kopi yang belum diolah.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Theng Hoe Sioe mengatakan pengusaha akan berusaha mewujudkan kondisi itu pada industri kopi nasional untuk tahun-tahun mendatang.
“Setelah Menteri terpilih, kami akan bentuk satu tim untuk merumuskan situasi ideal perkopian kita ke depan, termasuk menekankan hasil akhir [pengolahan kopi] sehingga kita dapatnya harga lebih bagus,” katanya, Kamis (23/10/2014).
Dia mengatakan penjualan kopi robusta terkendala masalah rasa yang tidak sekhas kopi arabika, sehingga pengolahan kopi menjadi salah satu cara berkompetisi di pasar dunia mengingat permintaan kopi arabika dunia lebih tinggi daripada kopi robusta.
“Kalau arabika memang punya taste yang disukai orang, sedangkan robusta ini kan tidak punya taste sekuat arabika,” katanya.
Saat ini, Indonesia merupakan penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Indonesia Cofee Organisation melansir bahwa Brazil dapat menghasilkan 49.152.000 kantong kopi untuk diekspor pada 2013, sedangkan Vietnam menghasilkan 27.500.000 kantong, dan Indonesia menghasilkan 11.667.000 kantong.
Sementara itu, produksi kopi seperti yang dilansir Badan Pusat Statistik hingga 2013 mencapai 534.025 ton , meningkat sejak 2012 yang mencapai 448.591 ton.
Melihat hal tersebut, Theng mengatakan Indonesia masih menjadi ladang yang menjanjikan. Adapun produk olahan robusta yang sebaiknya digenjot berbentuk kopi instan yang penikmatnya banyak di seluruh dunia.
Namun, dia mengatakan pengusaha tidak bisa sendiri untuk mengarahkan industri olahan kopi nasional menjadi lebih maju, melainkan peran pemerintah juga ditunggu.
“Ini perlu kajian yang matang sekali, tetapi engga mungkin kalau dari kita sendiri, tapi juga dari pemerintah karena anggarannya besar sekali,”tuturnya.