Bisnis.com JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menyatakan kinerja ekspor crude palm oil dan turunannya menurun 1,6% dibandingkan pada bulan lalu dikarenakan daya beli negara tujuan ekspor yang lemah.
Ketua Umum Gapki Fadhil Hasan mengatakan ekspor produk pada September 2014 hanya 1,695 juta ton atau turun 1,6% dibandingkan dengan bulan sebelumnya 1,72 juta ton.
“Penurunan kinerja ekspor ini dikarenakan daya beli negara tujuan ekspor yaitu China dan India yang lemah. Meskipun harga sudah murah dan bea keluar juga sudah rendah dibandingkan bulan sebelumnya,” katanya di Jakarta, (21/10).
Fadhil menjelaskan lemahnya permintaan dari negara tujuan ekspor juga didorong adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara tujuan utama ekspor dan harga minyak nabati lainnya (kedelai) yang rendah sehingga CPO sebagai minyak substitusi tidak dapat bersaing.
Dia mengatakan volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India menurun 185 ribu ton atau turun 38% dibandingkan dengan bulan lalu, dari 490 ribu ton pada Agustus lalu menjadi 305 ribu ton pada September 2014.
“Turunnya kinerja ekspor ke India disebabkan berbagai hal seperti pemerintah India yang menaikkan tarif bea masuk impor minyak sawit, lemah nilai tukar mata uang Rupee terhadap Dollar AS dan inflasi India yang tinggi,” katanya.
Sementara itu, volume ekspor minyak sawit September 2014 ke China hanya mampu mencapai 56,26 ribu ton atau turun 31% dibandingkan dengan bulan lalu yiatu 81 ribu ton. Menurut Fadhil, permintaan yang lesu dikarenakan hal yang sama seperti di India dan kesulitan pinjaman bank.
“Selain itu negeri Panda ini juga mengeluarkan regulasi baru standar residu pestisida termasuk untuk minyak makan,” katanya.
Volume ekspor minyak sawit Indonesia ke negara Eropa juga tercatat menurun 12% dari 341 ribu ton pada Agustus lalu menjadi 302 ribu ton. Hal yang sama juga terjadi ke negara Pakistan yang turun 7% dari 194 ribu ton pada Agustus menjadi 181 ribu ton pada September 2014.
Sementara itu, Fadhil mengatakan volume ekspor ke Amerika Serikat cerah denganmeningkat 86% dari 36,9 ribu ton pada Agustus menjadi 68,8 ribu ton pada September 2014.
Dia mengatakan hal itu disebabkan karena produksi kedelai di Amerika Selatan melimpah dan harga kedelai yang murah.
Secara keseluruhan, Fadhil menjelaskan bahwa kinerja ekspor dari Januari-September 2014 turun 1,75% secara year on year dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama, yaitu dari 15,3 juta ton per September 2013 menjadi 15 juta ton per September 2014.