Bisnis.com, JAKARTA -- Akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi, realisasi penerimaan pajak diperkirakan hanya 92% dari target APBN-Perubahan 2014, sekaligus mencatatkan angka shortfall pajak—selisih antara target dan realisasi penerimaan sebesar Rp76 triliun.
Angka tersebut terungkap dari dokumen presentasi Ditjen Pajak bersama Ditjen Bea dan Cukai dan Badan Anggaran (Banggar) RI ketika membahas penerimaan pajak dalam nota keuangan 2015 pada pertengahan September 2014.
Dalam dokumen itu disebutkan, tekanan yang berat berasal dari melesetnya target setoran pajak dari Pajak Penghasilan nonmigas sekitar Rp21,5 triliun atau 95,6% dari target. Bahkan, setoran dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meleset hingga Rp55,6 triliun atau 88,4% dari target.
Ketika dikonfirmasi, Dirjen Pajak Fuad Rahmany justru membantah. Menurutnya, target penerimaan Ditjen Pajak masih tetap di atas Rp1.000 triliun. “Jangan asal kutip. Banyak pihak membuat angka perkiraan yang belum tentu benar,” ujarnya.
Fuad menjelakan pencapaian target penerimaan pajak sangat bergantung terhadap kondisi perekonomian Tiongkok, AS dan Eropa. Menurutnya, negara-negara tersebut berperan besar terhadap perkembangan sektor usaha di Indonesia.
Menurutnya, jika pertumbuhan ekonomi di semester II membaik, maka penerimaan pajak pasti akan lebih besar. Namun, apabila tetap memburuk, maka penerimaan pajak akan kian terkoreksi. Meskipun begitu, dia memastikan Ditjen Pajak tetap berupaya memaksimalkan penerimaan pajak.
Dengan demikian, selama 4 tahun kepemimpinan Fuad Rahmany, target penerimaan pajak tidak pernah sekalipun terealisasi. Bahkan, secara berturut-turut, target penerimaan pajak tidak pernah tercapai sejak 2007, atau sejak era Dirjen Pajak Darmin Nasution.