Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMPOR SAPI: Revisi UU Peternakan Akan Kendalikan Harga Daging. Ini Alasannya

Rencana revisi Undang Undang No.18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan yang memungkinkan impor sapi berdasarkan zona diyakini mampu membuat harga daging sapi di Tanah Air lebih terkendali.

Bisnis.com, JAKARTA -- Rencana revisi Undang Undang No.18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan yang memungkinkan impor sapi berdasarkan zona diyakini mampu membuat harga daging sapi di Tanah Air lebih terkendali.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan Juan Permata Adoe menjelaskan harga daging sapi di dalam negeri akan melandai jika terdapat diversifikasi negara asal impor sapi.

Apabila DPR menyetujui pemberlakuan sistem basis zona (zone base) untuk impor sapi, maka Indonesia dapat mengakses komoditas tersebut ke pasar yang lebih kompetitif dengan harga yang lebih murah, seperti di Brazil atau India.

“Kalau harga [daging sapi di Indonesia] pasti ada penyesuaian dengan pasar internasional. Sapi Brazil adalah market leader di dunia, sehingga peluang penyesuaian harga turun bisa terjadi tahun depan [jika revisi UU Peternakan diketok],” katanya ketika dihubungi Kamis (18/9/2014).

Dia menyebut dampak penyesuaian harga daging di dalam negeri atas kebijakan impor sapi berbasis zona kemungkinan besar baru akan terasa antara 6-12 bulan setelah regulasi ditetapkan.

“UU No.18/2009 itu adalah untuk kepentingan ekspor dan impor [produk peternakan]. Indonesia ini adalah negara maritim kepulauan, jadi dengan impor berbasis zona, sangat dimungkinkan sapi masuk dari negara selain Australia, Selandia Baru, atau Amerika Serikat.

Juan berpendapat revisi undang-undang tersebut harus diperjuangkan apabila Indonesia berminat swasembada sapi.

Selain melalui terobosan regulasi, dia menilai perlu ada kebijakan ketat di Badan Karantina Pertanian (Barantan), yang merupakan ujung tombak keluar masuknya produk peternakan.

Saat ini DPR dan Kementerian Pertanian masih menggodok rencana revisi undang-undang, yang idenya sudah dicetuskan sejak tahun lalu.

Salah satu pihak yang saat itu mengusulkan revisi adalah Kementerian Perdagangan di bawah kepemimpinan Gita Wirjawan.

Sekadar catatan, Kemendag dan Kementan sejak akhir tahun lalu berkeinginan untuk kembali mengimplementasikan sistem basis zona dalam UU tersebut.

Sebelumnya, ketentuan itu dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap bertentangan dengan UUD.

MK menjadikan sistem impor sapi berpedoman pada sistem basis negara (country base), yang berarti impor daging dan sapi hidup harus didatangkan dari negara-negara yang bebas dari riwayat penyakit mulut dan kuku (PMK).

Peraturan tersebut mengesankan RI seolah-olah hanya boleh mengimpor dari Australia, Selandia Baru, dan AS.

Juan berpendapat di dalam UU No.18/2009 tersebut seharusnya tidak perlu mencantumkan ketentuan basis zona atau basis negara. “Yang harus dicantumkan adalah kewenangan pada departemen teknis yang membawahi Barantan.”

Selain peluang pengendalian harga daging sapi di dalam negeri, revisi peraturan tersebut juga membuka kesempatan bagi peningkatan ekspor produk peternakan, khususnya dari lini perunggasan.

“Apabila diterapkan sistem basis zona, itu memungkinkan ekspor produk peternakan kita meningkat. Ekspor untuk produk ayam dan turunannya pasti meningkat. Kalau untuk daging sapi, ekspor dengan konsep bonded warehouse juga dimungkinkan,” kata Juan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper