Bisnis.com, JAKARTA – Lokakarya pembangunan kelautan berkelanjutan (blue growth) oleh Aliansi Global menyepakati Indonesia sebagai poros blue growth, yang implementasi lanjutannya akan dibahas di Grenada, 2015 dalam Global Alliance Network for Action On Blue Growth and Food Security.
Aliansi global yang didalamnya berisikan FAO, World Bank, Pemerintah Belanda dan negara lainnya tersebut dinilai akan membantu pemerintah, nelayan dan pembudidaya, ilmuwan, bisnis, dan masyarakat sipil, serta serikat regional dan organisasi internasional, untuk beradaptasi dalam praktik perikanan budidaya, sistem pangan, dan kebijakan sosial dengan mempertimbangkan perubahan iklim dan efisiensi penggunaan sumber daya alam.
“Hasil dari kegiatan ini, adalah pentingnya merangkul pembangunan berkelanjutan ditiga dimensi yakni, sosial,lingkungan hidup dan ekonomis,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo dari siaran pers yang diterima Bisnis, (10/9/2014)
Selama ini, blue growth atau blue economy memang menjadi konsep besar KKP dalam percepatan pembangunan kelautan serta mengoreksi pola industrialisasi konvensional yang sering merusak lingkungan, boros sumberdaya dan energi, dan menimbulkan kesenjangan sosial.
Sharif mengatakan sub sector perikanan budidaya menjadi potensi yang prospektif untuk dikembangkan, mengingat populasi manusia akan mencapai 9 miliar pada 2050. Dengan kata lain, akan terjadi peningkatan kebutuhan akan pangan sehingga pembangunan berkelanjutan diperlukan untuk mencapai ketahanan pangan.
Hal tersebut juga diungkapkan Direktur Jenderal Agro Pemerintah Belanda Hans Hoogeveen. Menurutnya, laut yang sehat merupakan kunci dalam perubahan iklim dan ketahanan pangan. Ia juga menekankan pentingnya peran serta pemerintah dan masyarakat lokal untuk mengadopsi blue growth dan produksi perikanan secara lestari dan berkelanjutan melalui perikanan budidaya.
“Untuk mencapai produksi perikanan budidaya secara lestari, ada 5 unsur kunci yaitu pendekatan secara terintegrasi, pihak Pemerintah, swasta, investasi dan penelitian serta pengembangan IPTEK,” katanya.
Hans juga menyerukan diselenggarakannya dialog nasional antar-sektoral yang mempertemukan lembaga publik, sektor swasta, masyarakat sipil dan masyarakat lokal dan mengembangkan rencana aksi nasional untuk pertumbuhan biru.
Valerie Hickey, Direktur Acting Practice Manager for Environment and Natural Resources Global Practice, World Bank, menyebutkan dengan mengagendakan blue growth sebagai agenda internasional, maka kunci selanjutnya adalah mengubah kekuatan aliansi tersebut kedalam aksi atau tindakan nyata.
Jalan tengah implementasi tersebut menurutnya, adalah meliputi pembuatan model skala besar yang menghubungkan kebijakan dan pengetahuan antara swasta dan publik, yang bertujuan menarik minat investor. Sangat diperlukan mendorong terciptanya instrumen baru dan modalitas guna penyiapan infrastruktur yang sangat dibutuhkan. Di tambah dengan kesiapan persyaratan lainnya meliputi: kebijakan yang baik, kapasitas penegakan hukum, dan lembaga yang kredibel.
Sementara itu, Asisten Direktur Jenderal Perikanan dan Budidaya FAO Mr Arni M Mathiesen mengatakan pada tahun 2030 nanti diperkirakan dunia akan menghadapi kesenjangan pasokan akan pangan sebesar 104.700.000 ton. Untuk itu ia menekankan pentingnya optimalisasi perikanan tangkap, perikanan budidaya dan jasa ekosistem lain.
“Data FAO memperkirakan, pada tahun 2008, nilai penjualan perikanan tangkap mencapai 100 miliar dollar AS dan penjualan perikanan budidaya mencapai 98 miliar dollar AS,” tutup Arni.