Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia menetapkan pengendalian utang swasta sebagai salah satu fokus perhatian.
Terkait pengendalian utang luar negeri swasta, Bank Indonesia akan memberlakukan aturan rasio utang atau liabilitas terhadap aset dalam bentuk valuta asing.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan di tengah risiko makroekonomi yang tinggi, semestinya utang luar negeri korporasi tidak lebih besar dari pada aset valasnya.
"BI berkepentingan kepada kecukupan devisa nasional untuk membayar utang valas debitur Indonesia sehingga rasio liability valas terhadap aset valas menjadi penting untuk dimonitor," katanya saat dihubungi, Minggu (7/9/2014).
Rasio liabilitas terhadap aset valas menjadi pertimbangan BI karena rasio lain, seperti debt to equity ratio (DER), debt to income ratio, atau debt to EBITDA ratio, sudah banyak dipakai oleh para kreditur sebagai 'covenant' pada perjanjian kredit atau pada prospektus surat utang.
Rasio-rasio itu, tutur Mirza, biasanya dipakai oleh para kreditur luar negeri dengan prinsip kehati-hatian tinggi (prudent) untuk menjaga agar perusahaan debitur di Indonesia tetap sehat sehingga mampu membayar utang.
Utang luar negeri swasta terus meningkat dari tahun ke tahun dan menyalip utang luar negeri publik -- utang luar negeri pemerintah dan BI -- sejak 1,5 tahun terakhir.
Data BI menunjukkkan posisi utang luar negeri sektor swasta pada Juni 2014 mencapai US$153,2 miliar atau 53,8% dari total utang luar negeri.
Kondisi itu menjadi perhatian meskipun sebagian besar utang valas swasta itu bertenor panjang (lebih dari setahun) alias tidak terlalu berisiko tinggi.