Bisnis.com, SEMARANG — Dewan Pimpinan Daerah Real Estat Indonesia (REI) Jawa Tengahmenolak sikap Kementerian Perumahan Rakyat yang bakal merevisi penghentian penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan untuk rumah tapak.
Ketua DPD REI Jateng MR Priyanto mengatakan secara tegas menolak usulan Kemenpera yang akan meninjau kembali keputusan penyaluran program subsidi FLPP untuk rumah tapak. Mestinya, lanjutnya, penyaluran FLPP rumah tapak tetap diberikan di wilayah Jawa Tengah dan seluruh wilayah di Indonesia. Hal itu, menurut Priyanto, dengan pertimbangan masih banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tinggal di perkotaan.
Seperti diketahui, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz menuturkan peninjauan kembali mengenai subsidi FLPP rumah tapak akan dilakukan berdasarkan permintaan DPR dan usulan dari REI pusat. Dia menuturkan kebijakan dari pemerintah tidak serta merta diubah dalam waktu singkat. Pada April tahun ini telah terbit Permenpera No. 3/2014 terkait Penghentian Program Subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk Rumah Tapak. Isinya menyebutkan FLPP rumah tapak hanya dapat dilakukan paling lambat hingga 31 Maret 2015.
“Mayoritas penduduk Jawa Tengah dan secara nasional belum mampu untuk membeli rusunami. Jadi bukan persoalan di mana mereka tinggal, tapi melihat rata-rata penghasilan masyarakat Indonesia,” papar Priyanto kepada Bisnis, Jumat (5/9/2014).
Dia menuturkan ketetapan harga rumah tapak maksimal Rp105 juta/ unit hingga saat ini belum bisa dinikmati oleh semua MBR. Oleh sebab itu, wacana untuk menghentikan subsidi akan menambah jumlah orang yang tidak memiliki tempat tinggal.
Data REI Jawa Tengah menyebutkan angka kekurangan rumah (backlog) di Jawa Tengah mencapai 350.000 unit. Angka tersebut dimungkinkan bertambah seiring dengan penambahan penduduk yang menjalani rumah tangga baru.
Kemampuan pengembang untuk membangun rumah hanya sekitar 7.000 unit per tahun. REI tahun ini menargetkan rumah terbangun bisa sebanyak 10.000 unit atau sama seperti target 2013. Hingga semester I 2014, rumah terbangun baru sebanyak 3.000-an unit.
“Dengan backlog yang tiap tahun bertambah. Kami sendiri mengingingkan subsidi rumah tapak tetap diberikan. Bayangkan kalau mereka harus membeli rumah susun yang tanah per meter berkisar Rp7 juta,” katanya.
DPD REI Jawa Tengahberharap pada pemerintahan baru untuk memberikan subsidi perumahan rakyat minimal 2% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dewan Penasehat DPD REI Jawa Tengah Sudjadi mengatakan selama ini pemerintah kurang memperhatikan sektor perumahan rakyat. Apalagi, kebijakan pemerintah pusat yang bakal menyetop kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP untuk rumah tapak.
“Subsidi 2% tiap tahun harus didukung ketegasan pemerintah untuk mewajibkan setiap kepala keluarga (KK) harus memiliki rumah baru,” papar Sudjadi.
Dia mengungkapkan meningkatnya angka backlog secara nasional sebanyak 15 juta unit rumah disebabkan tidak ada regulasi tegas dari pemerintah. Beda halnya, kata dia, dengan negara tetangga yang mewajibkan setiap KK diwajibkan memiliki rumah.
“Contohnya di Malaysia, pemerintah di sana sangat tegas. Setiap rumah tangga baru wajib memiliki rumah baru atau minimal sewa di rusunawa. Tidak ada angka backlog di sana,” ujarnya.
Menurutnya, penyumbang angka backlog terbesar yakni kelompok nelayan, petani dan buruh. Tiga kelompok itu tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah mengenai subsidi rumah. Adapun, pemberian subsidi dari pemerintah tidak seimbang dengan banyaknya penduduk yang masuk ketiga kelompok tersebut.
Sudjadi mengatakan kondisi tersebut ternyata semakin memprihatinkan apabila disandingkan dengan upaya seluruh stakeholder setiap tahun yang hanya mampu menyediakan rumah tidak lebih dari 500.000 unit. Sementara kebutuhan pertumbuhan per tahunnya mencapai sekitar 800.000 unit, sehingga terdapat penambahan sekitar 300.000 rumah tangga yang tidak dapat menghuni rumah setiap tahun.