Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah bersama Earth Innovation Institute membangun sistem pemantauan (monitoring system) yang bertujuan menurunkan tingkat deforestasi dan meningkatkan produksi petani sawit sesuai dengan peta jalan (roadmap) Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang berharap monitoring system berbasis spasial dan internet yang menggunakan sistem informasi geografis tersebut akan bermanfaat untuk memantau kinerja industri minyak kelapa sawit secara komperhensif.
“Sehingga tidak ada lagi pemberian-pemberian izin diatas lahan yang dimiliki, dikuasai atau diusahakan oleh pihak lain,” katanya kepada wartawan, dalam pertemuan terbatas Mendukung Inisiatif Kalimantan Tengah dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Yang Berkelanjutan, (26/8/2014).
Teras menjelaskan sistem tersebut dibuat atas impelementasi roadmap pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan tahun 2013 yang mengakselerasi perwujudan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No.5 tahun 2011 tentang pengelolaan usaha perkebunan berkelanjutan.
Dia juga mengatakan bahwa pemerintah dapat menggunakan informasi yang terdapat dalam sistem untuk menilai perusahaan dan tingkat kinerjanya. Nantinya, pemerintah tidak hanya mampu memantau kepatuhan perusahaan, namun juga mengakui perkebunan kelapa sawit yang memenuhi kriteria sebagai perusahaan yang menyeimbangkan tiga pilar dasar, yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
“Sistem ini juga akan menyimpan dan mengintegrasikan informasi mengenai status kinerja konsesi perkebunan sawit, seperti produktivitas, petani swadaya, perubahan tutupan lahan dan titik panas (hotspots) kebakaran hutan,” jelasnya.
Dia menyatakan bahwa baru 4 Kabupaten, yaitu Kota Waringin Barat, Kapuas, Pulang Pisau dan Gunung Mas yang menerapkan sistem tersebut. Selain mempelajari data-data spasial berbasis GPS tersebut, Pemprov sudah melakukan pelatihan terkait produktivitas, luas lahan kebun, perizinan dan status konflik masyarakat kepada para pemantau.
“Kami melakukan pelatihan di Kota Waringin Barat, dan kami harapkan kami tahun ini 13 kabupaten dapat juga menerapkan ini,”katanya.
Teras menjelaskan manfaat lainnya dalam sistem pemantauan yaitu dapat mengidentifikasi lahan-lahan kritis yang dapat dialokasikan untuk pemberian izin di masa mendatang, sebagaimana yang dimandatkan dalam Perda 5/2011.
“Saya telah melakukan moratorium atau penundaan pemberian izin usaha pertambangan, perkebunan, dan kehutanan dengan salah satu tujuannya memastikan seluruh izin yang akan dikeluarkan memprioritaskan lahan-lahan kritis saja,”kataya.
Menurutnya, pemerintah juga dapat menggunakan sistem tersebut sebagai alternatif sistem penelusuran (traceability) guna mendeteksi lokasi kelapa sawit ditanam, dipanen, diproses dan dijual.
“Sistem ini akan membantu kita untuk membedakan produk kelapa sawit yang tidak berkelanjutan, misalnya kelapa sawit yang ditanam di kawasan konservasi atau pada lahan gambut dalam,” katanya.
Dengan demikian, tambahnya, sistem ini akan menyediakan bukti dan fakta untuk membantah klaim palsu mengenai produk minyak kelapa sawit yang berasal dari Indonesia.