Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai transaksi nontunai bisa diterapkan baik di dalam maupun luar pemerintahan.
“Ini kan kita mau mendorong diterapkannya noncash payment, tetapi jangan cuma bikin gerakan nasional aja dong. Masak pemerintah cuma bikin gerakan nasional, mereka kan punya otoritas. Seharusnya, bikin kebijakan juga,” katanya, Minggu (24/8/2014).
Seperti diketahui, BI mencanangkan GNNT sebagai upaya memasyarakatkan jasa perbankan.
Bahkan, BI meyakini GNNT dapat berpengaruh positif terhadap pergerakan laju inflasi Indonesia dalam jangka panjang karena memungkinkan adanya transparansi dalam arus perputaran uang.
Dalam catatan Bisnis, kewajiban non cash transaction pertama kali diterapkan pada rekanan Pemprov DKI Jakarta, setelah pada September 2013 Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo mengimbau Pemprov DKI menerapkan non cash transaction.
Tak lama setelah imbauan tersebut, Pemprov DKI Jakarta mewajibkan seluruh rekanannya melakukan transaksi nontunai melalui bank.
Dengan demikian, DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang menerapkan e-audit secara penuh, sekaligus kewajiban transaksi nontunai.
Selain meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara, Yustinus mengaku penerapan transaksi nontunai mampu berkontribusi terhadap penerimaan pajak.
Menurutnya, data dari transaksi nontunai dapat digunakan pemerintah dalam menggali potensi penerimaan.
“Database tentang belanja/konsumsi akan lebih akurat. Sekarang ini kan PDB tidak berkualitas karena banyak transaksi yang dilakukan selama ini tidak terlacak. Bahkan, uang Rp10 miliar yang berpindah tangan hingga lima kali belum tentu terlacak,” jelasnya.
Dia menilai presiden terpilih Joko Widodo mampu menerapkan kebijakan transaksi nontunai. Hal itu dikarenakan besarnya dukungan sosial kapital yang dimiliki oleh presiden terpilih yang biasa disapa Jokowi tersebut.
Senada, Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Lana Sulistyaningsih mengaku sepakat transaksi nontunai dapat berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia.
Kendati demikian, dia pesimisitis gerakan transaksi nontunai ini bisa berjalan sesuai ekspektasi.
“Pemerintah ini seringkali awalnya menggebu-gebu, lalu lama-kelamaan justru mengendur. Alhasil, tidak ada kelanjutannya sama sekali. Jadi saya kira jangan hanya sekadar gerakan saja, harus ada kelanjutannya jika memang pemerintah berkomitmen,” tuturnya.
Lana menambahkan penerapan transaksi nontunai juga dapat mempermudah Bank Indonesia memprediksi inflasi lebih akurat.
Alhasil, dosis kebijakan pengendalian inflasi yang dilakukan Bank Indonesia lebih efektif.