Bisnis.com, JAKARTA—Meski PT Freeport Indonesia kembali melakukan ekspor, penerimaan bea keluar dari mineral sepanjang 2014 diprediksi hanya Rp1,8 triliun, atau 33% dari target bea keluar mineral dalam APBN-Perubahan 2014 sebesar Rp5,4 triliun.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Bea Cukai Ditjen Bea dan Cukai Susiwijono Moegiarso mengatakan peluang realisasi penerimaan bea keluar meleset dari target tahun ini sangat besar. Hal ini didorong rendahnya kontribusi bea keluar dari ekspor mineral.
“Imbas dari pelarangan ekspor mineral mentah mulai 12 Januari kemarin, porsi penerimaan bea keluar dari mineral sepanjang semester pertama tahun ini hanya 5% dari total. Padahal tahun lalu bisa sampai 35%,” katanya, Minggu (10/8/2014).
Kendati demikian, sumbangan bea keluar dari mineral ke depan akan melonjak seiring kembalinya Freeport melakukan ekspor. Berdasarkan tren tahun-tahun sebelumnya, penerimaan bea keluar semester II/ 2014 diperkirakan sekitar Rp775 miliar.
Susiwijono mengaku nilai tersebut berpotensi meningkat hingga Rp1,45 triliun apabila Freeport mampu merealisasikan seluruh kuota ekspor konsentrat tembaganya sebanyak 756.300 ton atau 940.000 WMT, sesuai surat persetujuan ekspor [SPE] dari Kementerian Perdagangan.
“Mudah-mudahan ekspor mineral olahan ini berjalan lancar, sehingga bisa meningkatkan penerimaan negara dari bea keluar, sekaligus supaya bisa menolong tekanan dari defisit transaksi berjalan selama ini,” ujar Susiwijono.
Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai, realisasi penerimaan bea keluar sepanjang semester I/2014 hanya mencapai Rp6,2 triliun, atau 33% dari target bea keluar dalam APBN-Perubahan 2014 sebesar Rp20,6 triliun.
Dalam periode yang sama, bea keluar dari produk minyak sawit (crude oil palms/CPO) dan turunannya menyumbang 94% dari total realisasi. Sementara 5,09% disumbang ekspor mineral, dan sisanya 0,84% berasal dari kulit, kayu, dan biji kakao.
Susiwijono mengaku pihaknya berupaya menjaga penerimaan bea keluar tetap optimal, dengan cara a.l. pertama, meningkatkan peningkatan akurasi penelitian jumlah/jenis barang ekspor.
Kedua, meningkatkan pengawasan modus antar pulau.
Ketiga, meningkatkan pengawasan modus perpindahan jenis barang, misalnya ekspor CPO tapi diberitahukan sebagai Produk Turunan CPO.
Keempat, implementasi otomasi SKP ekspor. Kelima, audit terhadap eksportir komoditi yang terkena bea keluar.
Meski realisasi penerimaan bea keluar mengecewakan, penerimaan cukai justru mencatatkan kinerja positif. Sepanjang paruh pertama 2014, realisasi penerimaan cukai tercatat Rp57,62 triliun, atau 49,06% dari target APBNP 2014 sebesar Rp117,45 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi penerimaan cukai tersebut tumbuh 9,5%. Susiwijono menilai catatan positif tersebut didorong volume produksi hasil tembakau yang diperkirakan tumbuh 4,1% menjadi 356,05 miliar batang.