Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menyatakan pasar kertas di dalam negeri maupun global sedang tidak bergairah. Serbuan kertas impor pada saat pasar sepi seperti sekarang dirasakan menggerus daya saing produk lokal.
Kondisi itu diperparah mahalnya bea masuk yang ditetapkan sejumlah negara tujuan ekspor. Misalnya Pakistan yang memberlakukan bea masuk terhadap kertas asal Indonesia sebesar 40%. “Dengan begini kami sudah kalah 40%, rugi 40%,” kata Wakil Ketua Umum APKI Rusli Tan kepada Bisnis.com, Selasa (15/7/2014).
Sementara di dalam negeri kertas impor bisa dibeli dengan harga lebih murah karena pemberlakuan tarif 0%. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pergeseran preferensi distributor ke produk asing. Walhasil kertas lokal menjadi semakin kehilangan pangsa pasar.
Produsen kertas domestik merasa ada diskriminasi harga barang dari negara asal impor. Mereka membanderol barang lebih murah dibandingkan dengan harga normal di pasar domestiknya. Kertas impor yang paling banyak menyesaki pasar Indonesia berasal dari Korea, Taiwan, dan China.
“Memang, ekspor kita sebetulnya tetap lebih besar daripada impor karena produksi kertas kita termasuk nomor ketujuh terbesar di dunia. Tapi tetap saja impor [dengan harga yang lebih murah ini] tidak boleh masuk,” tegasnya.