Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BKF Kaji Disinsentif Pajak Mobil

Badan Kebijakan Fiskal akan mengkaji kebijakan disinsentif fiskal terhadap kendaraan bermotor roda empat guna mengurangi konsumsi BBM bersubsidi, sekaligus mengurangi beban APBN.
  BKF kaji disinsentif pajak kendaraan bermotor roda empat. /Bisnis.com
BKF kaji disinsentif pajak kendaraan bermotor roda empat. /Bisnis.com
Bisnis.com, JAKARTA—Badan Kebijakan Fiskal akan mengkaji kebijakan disinsentif fiskal terhadap kendaraan bermotor roda empat guna mengurangi konsumsi BBM bersubsidi, sekaligus mengurangi beban APBN.
 
Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto mengatakan BKF tengah mengkaji upaya tersebut guna diterapkan pada tahun depan. Dia mengaku masih mengkaji dari sisi regulasi terlebih dahulu.
 
“Masih kami kaji, terutama dari sisi hukumnya dulu. Apakah memungkinkan enggak dengan perundang-undangan yang ada sekarang. Lalu apakah efeknya benar-benar bisa mengurangi konsumsi BBM bersubsidi. Semua kami kaji,” tuturnya, Minggu (22/06/2014).
 
Andin menjelaskan kebijakan disinsentif fiskal tersebut bisa saja melalui pemerintah daerah. Menurutnya, kebijakan disinsentif fiskal terhadap kendaraan bermotor melalui pemerintah daerah juga dilakukan oleh Jepang.
 
Dia mengungkapkan pemerintah Jepang mengenakan pajak tahunan lebih tinggi terhadap kendaraan bermotor yang boros energi. Artinya, mobil yang semakin tua dan boros energi akan dikenakan pajak tahunan lebih besar ketimbang mobil baru.
 
Andin mengaku kebijakan Jepang menerapkan pajak tambahan terhadap kendaraan bermotor cukup efektif. Hanya saja, pengenaan pajak tambahan dari pemerintah Jepang tersebut diperuntukkan untuk mengurangi pencemaran udara.
 
“Jadi kita lihat lagi nanti frame-nya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan. Apakah melalui pajak pemerintah pusat atau  pemda. Kalau memang bisa dilakukan di daerah, kami bisa rekomendasikan di daerah,” ujarnya.
 
Seperti diketahui, dalam APBN-Perubahan 2014, pemerintah dan DPR menyepakati perubahan anggaran subsidi BBM menjadi Rp246,5 triliun, dari sebelumnya Rp210,7 triliun. Angka revisi itu lebih kecil dari usulan awal pemerintah senilai Rp285 triliun.
 
Meskipun demikian, kesepakatan itu diambil dengan cara menunda kekurangan pembayaran subsidi ke Pertamina senilai Rp46,3 triliun tahun ini, dan menggesernya ke 2015. Hal ini belum termasuk carry oversubsidi listrik Rp3,7 triliun.
 
Sementara itu, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Dolfie OFP menilai pemerintah seharusnya menerapkan instrumen perpajakan sebagai upaya disinsentif terhadap kendaraan bermotor roda empat guna menekan konsumsi BBM bersubsidi.
 
“Pemerintah kan mengatakan BBM bersubsidi ini terus membebani APBN dan tidak tepat sasaran. Nah, kenapa tidak ada instrumen perpajakan untuk mengkompensasi struktur ketidakadilan BBM bersubsidi itu,” katanya.
 
Dolfie menilai pemerintah tidak kreatif menyelesaikan masalah BBM bersubsidi ini. Padahal, ketika Freeport tidak bisa ekspor konsentrat, pemerintah membolehkan ekspor konsentrat, dengan mewajibkan pembangunan smelter, dan membayar bea keluar sebagai penalti. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper