Bisnis.com, JAKARTA—Dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap kesejahteraan rakyat dinilai kian memprihatinkan, terlihat dari angka kemiskinan, lapangan kerja, dan ketimpangan pendapatan yang memburuk.
Setidaknya ada lima indikator yang mengonfirmasi kualitas pertumbuhan ekonomi terancam menurun, pertama, pergeseran porsi PDB dari sektor tradable ke sektor nontradable. Hal ini terlihat dari pertumbuhan sektor industri dan pertanian yang di bawah pertumbuhan PDB.
Kedua, berkurangnya kemampuan ekonomi dalam penciptaan lapangan kerja. Sejak 2011, setiap 1% pertumbuhan PDB hanya menciptakan lapangan kerja di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) sebesar 500.000.
Ketiga, melebarnya kesenjangan pendapatan atau rasio gini, meskipun lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga lainnya. Rasio gini Indonesia pada 2013 tercatat 41,3%, meningkat dari rasio gini 2004 sebesar 32%.
Keempat, meningkatnya ketidakefisien kegiatan ekonomi. Hal itu terlihat dari kinerja Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang terus mengalami tren meningkat. Pada 2013, ICOR tercatat di level 5,7%, lebih besar dibandingkan ICOR 2010 sebesar 5,1%.
Utusan Khusus Presiden RI untuk Penanggulangan Kemiskinan H.S Dillon mengatakan menurunnya kualitas pertumbuhan ekonomi sangat mengkhawatirkan, sekaligus mengecewakan. Menurutnya, perlu ada perubahan yang mendasar dari struktur ekonomi nasional.
“Sebetulnya Presiden sudah mencanangkan road-nya agar pertumbuhan ekonomi itu harus pro poor, dan pro job. Tapi ternyata tidak dilaksanakan dengan baik. Bahkan revitalisasi pertanian pada 2005 juga tidak terlaksana,” ujarnya, Selasa (17/6/2014).
Dillon juga meminta adanya pertanggungjawaban dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kemenko Perekonomian terkait menurunnya dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan rakyat.
Menurutnya, kinerja kesejahteraan masyarakat yang menurun erat hubungannya dengan kinerja dari dua instansi tersebut. Sayang, Bappenas justru melaporkan jika kinerja peningkatan kesejahteraan masyarakat dinilai berhasil dengan baik.
“Tahun lalu pernah saya laporkan perbandingan antara dana yang dikeluarkan dengan hasil yang kita capai dalam sidang kabinet, dimana saya simpulkan jika selama ini anggaran yang dikeluarkan miskin kinerja,” tuturnya.
Di samping itu, dia juga mengkhawatirkan dampak dari pasar bebas, yakni Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, persiapan Indonesia menjelang MEA sangat minim.
Dillon menyayangkan Menteri Perdagangan yang terlambat memberikan pengarahan kepada departemen-departemen terkait. “Seharusnya Kemendag menjabarkan apa saja dampak dari MEA ini, dan ini harusnya dilakukan enam atau 8 tahun yang lalu.”