Bisnis.com, JAKARTA—Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) kemungkinan akan kembali dinaikkan sebesar 0,25 basis poin, menjadi 7,75% pada akhir kuartal III/2014 akibat kinerja ekspor yang mengecewakan, dan pertumbuhan ekonomi China yang melambat.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Destry Damayanti mengatakan pihaknya merevisi defisit transaksi berjalan menjadi 3,1% terhadap PDB dari sebelumnya 2,7%. Hal itu dikarenakan perbaikan kinerja ekspor tidak secepat yang diharapkan.
“Kami perkirakan BI rate bisa naik satu kali lagi, pada akhir kuartal III/2014. Hal itu dikarenakan defisit transaksi berjalan yang kian memburuk. Perbaikan dari performa ekspor ternyata tidak secepat yang kami bayangkan,” jelasnya, Senin (09/6/2014).
Destry menilai kinerja ekspor hingga akhir tahun masih akan melambat, dan berpotensi melebarnya defisit transaksi berjalan didorong faktor eksternal, terutama dari AS dan China. Akan tetapi, dia lebih mengkhawatirkan dampak China ketimbang AS.
Menurutnya, melambatnya pertumbuhan ekonomi China di level 7%-7,5% cukup sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan data CEIC, level sensitivitas China sebesar 0,33 atau lebih besar dari negara lainnya.
“Sensitivitas China lebih besar dibandingkan dengan AS sebesar 0,11 atau Jepang sebesar 0,10, maupun Singapura sebesar 0.08. Oleh karena itu, kami harap pemerintah lebih concern dalam membuat kebijakan itu, dengan memperhitungkan China,” jelasnya.
Dalam materinya, Mandiri memperkirakan defisit transaksi berjalan hingga kuartal II/2014 akan melampaui US$10 miliar, atau 3,9% dari PDB. Hal itu didorong dari dana repatriasi yang diprediksi mencapai US$6 miliar-US$7 miliar.
Sebagai catatan, defisit transaksi berjalan kuartal I/2014 menyusut 2,32% menjadi US$4,2 miliar dari kuartal sebelumnya US$4,3 miliar akibat turunnya impor barang, serta menyusutnya defisit neraca jasa dan neraca pendapatan.
Neraca pembayaran Indonesia yang dirilis Bank Indonesia (BI) menyebutkan impor barang tercatat turun 6,38% menjadi US$40,86 miliar dari US$43,65 miliar. Neraca jasa turun 28,90% menjadi US$2,21 miliar, dan neraca pendapatan turun 7% menjadi US$6,49 miliar.
Sementara itu, ekonom Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra mengatakan penyelesaian defisit transaksi berjalan tidak hanya melalui suku bunga saja. Menurutnya, nilai tukar rupiah juga dapat membantu neraca transaksi berjalan.
“Jadi menurut saya perlu ada kombinasi dari berbagai kebijakan, baik dari sisi moneter dan fiskal. Akan tetapi, kalau dari moneter yah itu BI rate dan rupiah. Cuma dengan kondisi saat ini, kemungkinan besar BI rate akan dinaikkan,” tuturnya.
Kendati demikian, dampak yang paling signifikan untuk mengurangi defisit transaksi berjalan, yakni melalui kebijakan fiskal, terutama dari BBM dan struktur perekonomian. Hanya saja, hal itu membutuhkan waktu, dan political will dari pemerintah.