Bisnis.com, JAKARTA—Ditjen Pajak memprediksi realisasi penerimaan pajak tahun ini akan meleset dari target, meskipun target penerimaan pajak akan dipangkas menjadi Rp979,09 triliun dalam Rancangan APBN-Perubahan 2014.
Berdasarkan data Ditjen Pajak yang diterima Bisnis, realisasi penerimaan pajak hingga Mei 2014 sebesar Rp350,52 triliun, atau 34% dari target penerimaan pajak Rp1.034 triliun. Capaian tersebut lebih kurang sama dengan capaian persentase Januari-Mei 2013 sebesar 33,52%.
Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan Ditjen Pajak telah mengeluarkan segala cara guna mengejar target penerimaan pajak. Akan tetapi, target pertumbuhan ekonomi yang meleset, membuat Ditjen Pajak juga kesulitan mengejar target penerimaan.
“Ya sudah kami tetap kerja seperti biasa. Sama kaya tahun lalu, tahun ini juga akan shortfall lagi karena tidak ada perubahan. Ini udah pasti shortfall. Kita sudah lakukan segala macam cara, tapi memang tetap shortfall,” ujarnya, Selasa (3/6/2014).
Fuad mengaku Ditjen Pajak memprediksi shortfall pajak tahun ini mencapai Rp90 triliun. Kendati demikian, pemerintah hanya memangkas target penerimaan pajak sebesar Rp54,91 triliun. Alhasil, Ditjen Pajak harus bekerja keras mengejar sisanya, sebesar Rp35,1 triliun.
Dalam RAPBN-P 2014, pajak penghasilan (PPH) nonmigas dipangkas Rp28,26 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipangkas Rp17,37 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipangkas 8,97 triliun, dan pajak lainnya dipangkas Rp0,31 triliun.
“Saya bilang target penerimaan pajak 2014 itu akan shortfall hingga Rp90 triliun. Tapi yang dipotongnya cuma setengahnya. Kami akan kejar itu, tapi enggak janji. Yang jelas, cerita mencapai target penerimaan pajak itu enggak ada,” tuturnya.
Dengan demikian, selama 4 tahun kepemimpinan Fuad secara target penerimaan pajak tidak pernah sekalipun terealisasi. Bahkan, secara berturut-turut, target penerimaan pajak tidak pernah tercapai sejak 2007, atau sejak era Dirjen Pajak Darmin Nasution.
Dia menyebutkan skala ekonomi nasional selama ini terus membesar. Meskipun begitu, tax coverage Ditjen Pajak justru mengecil. Menurutnya, lambatnya pengembangan tax coverage Ditjen Pajak disebabkan adanya kekakuan dalam birokrasi pemerintah.