Bisnis.com, JAKARTA - Pola penyaluran kendala dinilai masih menjadi hambatan utama bagi realisasi penyaluran bantuan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU).
Ketua DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi, versi munas Jakarta), Anton Radiumanto Santoso, menjelaskan saat ini pencairan dana PSU hanya dimungkinkan setelah konsumen yang akan membeli properti yang dikembangkan oleh developer tertentu memperoleh surat persetujuan pembiayaan perumahan (SP3) dari perbankan.
Padahal, dengan pengesahan SP3 yang tidak tentu, pengembang sulit untuk memenuhi ketentuan itu dalam jangka waktu penyaluran PSU yang terbatas. "SP3 belum tentu kapan keluarnya, padahal penyaluran dana PSU punya jangka waktu," ungkapnya kepada Bisnis.com, Senin (19/5/2014).
Tidak mengherankan, ungkap Anton, target program PSU sulit dipenuhi oleh pemerintah. Oleh karena itu, sambungnya, aturan tentang pola penyaluran tersebut perlu disesuaikan guna memaksimalkan alokasi dana itu.
Menurutnya, penyaluran dana PSU tidak perlu mensyaratkan SP3, tetapi cukup dengan bukti surat pemesanan dari konsumen. "Harusnya tidak perlu SP3 dulu, cukup dengan surat pesanan dari konsumen," tegas Anton.
Pada 2014 Kementerian Perumahan Rakyat mengalokasikan bantuan PSU seperti untuk pembangunan jalan lingkungan, saluran air, dan penerangan jalan untuk 38.000 unit hunian, yang terdiri dari 27.000 unit rumah tapak (landed house) dan 11.000 unit rumah susun sewa (rusunawa).
Adapun, realisasi bantuan PSU sampai akhir 2013 masih jauh dari target rencana strategis (renstra) 2010-2014. Secara keseluruhan, dari target renstra sebanyak 700.000 unit rumah, baru tersalurkan untuk 253.772 unit atau 36,25%.