Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjajah Ubah Orientasi Maritim Bangsa Indonesia

bangsa Indonesia masih berorientasi pada daratan, sehingga gagal memanfaatkan besarnya potensi kelautan
Hasil tangkapan nelayan. Penjajah mengubah oririentasi maritim bangsa Indonesia/JIBI
Hasil tangkapan nelayan. Penjajah mengubah oririentasi maritim bangsa Indonesia/JIBI

Bisnis.com, Jakarta—Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia. Dari 7.9 juta km2 luas total wilayah Indonesia, 77%-nya merupakan wilayah perairan.

Namun, bangsa Indonesia masih berorientasi pada daratan, sehingga gagal memanfaatkan besarnya potensi kelautan.

Penegasan tersebut disampaikan Guru Besar Universitas Indonesia Bambang Wibawarta.

Menurutnya, perubahan orientasi dari maritim ke kontinental tersebut terjadi sejak Perjanjian Giyanti (1755) antara VOC dan Kerajaan Mataram.

“Gara-gara perjanjian tersebut, semua hasil bumi penduduk lokal harus dijual kepada penjajah sehingga orang Indonesia berorientasi agraris,” paparnya di acara Dialog Kebangsaan Krisis Identitas dan Kebangkitan Negara Maritim dengan Memperkuat Perhubungan Laut dan Udara di Jakarta, Sabtu (17/5/2014)

Semenjak itu, ungkap Bambang, bangsa Indonesia terisolasi dari laut. Penduduk lokal dilarang mengirim hasil pertanian dan perkebunan secara langsung, tetapi harus menggunakan kapal-kapal penjajah.

Padahal sebelumnya orang-orang Nusantara memiliki budaya maritim. Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, misalnya, berjaya sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia. 

Indonesia perlu kembali ke jati dirinya sebagai negeri maritim. Caranya, ungkap Bambang, dengan menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan.

Menurutnya, di era Globalisasi ini, Indonesia harus memiliki keunggulan dibanding bangsa-bangsa lain. “

Keunggulan itu adalah di sektor maritim,” kata pria yang juga menjabat Wakil Rektor UI ini.

Berdasarkan data riset dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, Indonesia setidaknya bisa mendapatkan US$1.2 triliun per tahun dari sektor kelautan. Jumlah ini setara dengan tujuh kali APBN 2014.

Oleh karena besarnya potensi maritim Indonesia, Bambang menilai pentingnya pendidikan untuk menanamkan jati diri maritim sejak dini. Bangsa asing tentu berkepentingan agar Indonesia tidak menyadari potensinya itu. “Pendidikan seharusnya menjadi media perbaikan sekaligus pembentukan karakter masyarakat Indonesia yang sesungguhnya.”

Pendapat senada juga diutarakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo. Kader Golkar ini menceritakan pengalamannya tentang rendahnya pemahaman maritim generasi muda.

Dia mencontohkan pernah mendatangi sekolah lantas menyuruh mereka menggambar tentang Indonesia yang ada dalam bayangan mereka.

Namun yang mereka gambar adalah gunung dan sawah. Tidak ada laut sama sekali,” katanya miris.

 

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper