Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS SUAP BUPATI BOGOR, Ini Penjelasan Kementerian Kehutanan

Kementerian Kehutanan mengakui pernah menerima permohonan alih fungsi kawasan hutan dari PT Bukit Jonggol Asri (BJA) yang saat ini menjadi polemik karena tersangkut dugaan suap Bupati Bogor.
Bupati Bogor Rahmat Yasin Tersangka tindak pidana suap berada berjalan keluar dari gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (9/5). Rahmat yasin diperiksa KPK selama 28 Jam setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) menyusul penerimaan suap dari PT Bukit Jonggol Asri terkait pengurusan izin alih fungsi lahan hutan lindung di Puncak Bogor yang akan dijadikan kompleks perumahan elite. /antara
Bupati Bogor Rahmat Yasin Tersangka tindak pidana suap berada berjalan keluar dari gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (9/5). Rahmat yasin diperiksa KPK selama 28 Jam setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) menyusul penerimaan suap dari PT Bukit Jonggol Asri terkait pengurusan izin alih fungsi lahan hutan lindung di Puncak Bogor yang akan dijadikan kompleks perumahan elite. /antara

Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Kehutanan mengakui pernah menerima permohonan alih fungsi kawasan hutan dari PT Bukit Jonggol Asri (BJA) yang saat ini menjadi polemik karena tersangkut dugaan suap Bupati Bogor.

Bambang Soepijanto, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan, mengungkapkan pihaknya pernah menerima permohonan tukar menukar kawasan hutan dari PT Bukit Jonggol Asri.

“Dulu BJA pernah mengajukan permohonan. Sudah lama sekali, saat Menteri Kehutanan dijabat M. Prakosa,” kata Bambang seusai pelantikan pejabat eselon I Kemenhut di Jakarta, Jumat (9/5/2014).

Adapun, permohonan tersebut terkait dengan rencana pembangunan kota satelit Jonggol dengan sebagian lahan yang rencananya akan dibangun berupa kawasan hutan produksi.

Pemanfatan lahan tersebut bisa dilakukan dengan mekanisme tukar menukar kawasan hutan. Syaratnya, kata Bambang, harus mendapat rekomendasi dari bupati setempat.

“Untuk lahan penggantinya pun harus mendapat rekomendasi dari bupati setempat bahwa lahan tersebut nantinya akan diubah fungsinya menjadi kawasan hutan,” jelasnya.

Bambang menegaskan persyaratan tersebut berlaku kepada semua pihak yang ingin mengajukan permohonan tukar menukar kawasan hutan. Hal itu seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.32/Menhut-II/2010 jo. P.41/Menhut-II/2012 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan. 

“Jadi tidak hanya berlaku khusus untuk BJA,” kata Bambang.

Kasus yang kini mencuat diduga terkait upaya BJA untuk memperoleh rekomendasi dari Bupati Bogor sesuai dengan pemenuhan syarat kecukupan seperti diatur dalam permenhut tukar menukar kawasan hutan. Meski demikian, Bambang menegaskan, pihaknya tidak tahu menahu apa yang sesungguhnya terjadi apa.

“Tahu saja baru kemarin,” ujarnya.

Dia menyatakan, proses tukar menukar kawasan hutan, hanya bisa dilakukan pada kawasan hutan produksi. Pada kawasan hutan lindung dan hutan konservasi, hal itu tidak bisa dilakukan. Kecuali, dilakukan alih fungsi terlebih dahulu menjadi hutan produksi.

“Prosesnya juga harus berdasarkan rekomendasi bupati,” katanya.

Padahal, meski ada rekomendasi bupati, lanjut Bambang, tak berarti usulan alih fungsi kawasan hutan bakal disetujui sepenuhnya. Melainkan tergantung penilaian yang dilakukan oleh tim terpadu. Tim lintas instansi dan melibatkan LIPI itu akan melakukan skoring secara ketat kawasan hutan.

“Kalau memang lahannya memiliki kelerengan curam misalnya, tentu tidak akan dikabulkan untuk dialih fungsi menjadi hutan produksi,” kata Bambang.

Soal lahan pengganti, Bambang menjelaskan lahan pengganti bisa berada di satu wilayah kabupaten, atau berada pada satu provinsi, atau berada dalam satu Daerah Aliran Sungai (DAS), atau pada satu pulau.

“Jadi lahan pengganti bisa saja berada di di DAS Ciliwung, atau bahkan di Yogyakarta,” ujar Bambang.

Luas lahan pengganti yang disiapkan harus dengan perbandingan 1:2. Artinya, jika permohoan BJA dikabulkan, perusahan tersebut harus menyediakan lahan pengganti yang luasnya dua kali lipat dari lahan yang dimohon.

“Kalau untuk kepentingan bisnis, lahan pengganti harus dengan perbandingan 1:2,” jelasnya

Dia menambahkan, seandainya permohonan tukar menukar kawasan hutan berada di pulau dengan kawasan hutan yang luasnya lebih dari 30% dari luas daratan, maka perbandingan lahan pengganti cukup dengan perbandingan 1:1.

“Jadi kalau di Kalimantan misalnya, lahan pengganti cukup 1:1, walau untuk kepentingan bisnis. Karena ini di Jawa, yang luas hutannya hanya 22%, maka lahan pengganti harus 1:2,” tukasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Giras Pasopati
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper