Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan nilai impor plastik dan barang dari plastik mengalami peningkatan sebesar 1,89% pada kuartal pertama 2014 dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya, atau sejumlah US$ 1 830,2 juta.
Nilai tersebut berperan terhadap total impor nonmigas Januari hingga Maret 2014 sebesar 5,68%.Sedangkan peningkatan ini juga ditandai oleh meningkatnya nilai impor dari bulan Februari 2014 sebesar 5,11 % atau senilai US$30,3 juta.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar A. D Budianto mengatakan untuk mengantisipasi ketersediaan bahan baku, para pelaku industri membeli pasokan bahan baku di luar negeri.
“Inilah sebabnya jika ketersedian bahan baku minim, industri hilir harus berteriak untuk memenuhi kebutuhannya” ungkapnya pada Bisnis.com (3/5/2014).
Banyaknya industri hilir menurutnya tidak didukung oleh berkembangnya industri hulu. “Untuk bahan polypropylene saja kita kalah sama negara asean lainnya” imbuhnya
Sejauh ini pasokan impor jenis polypropylene untuk indonesia sebagian besar diambil dari negara Asean sebesar 60%. Singapura menyumbang 18.000 ton, Thailand 16.000 ton dan Malaysia 12.000 ton.
Fajar menambahkan ke depannya akan terus bertumbuh. Hal itu dilihat dari petumbuhan industri pengguna plastik, seperti peningkatan produk industri makanan dan minuman dan otomotif. “Sekitar 30% dari industri makanan minuman saja untuk packaging loh,” katanya.
Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, jika pemerintah tidak mengubah strateginya maka sulit untuk industri hilir akan bersaing. Tahun ini kebutuhan bahan baku industri plastik dan barang dari plastik mencapai 42,8 juta ton sedangkan pemenuhan dalam negeri hanya mencapai 2,5 juta ton.
Berkaca dari tahun lalu, permintaan bahan baku plastik naik berkisar 7%. Kedepannya aktivitas impor bahan baku plastik dipastikan akan terus berlanjut dan terus meningkat sebelum pemerintah meningkatkan ketersediaan bahan baku dalam negeri.