Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan baru dinilai perlu memperhatikan tiga faktor yang dapat memicu defisit transaksi berjalan tahun-tahun mendatang.
Ekonom DBS untuk Indonesia dan Filipina Gundy Cahyadi dalam risetnya menyebutkan defisit neraca perdagangan migas yang persisten akan menjadi ancaman bagi transaksi berjalan.
Faktor kedua dan ketiga adalah subsidi bahan bakar minyak yang eksesif dan penurunan ekspor manufaktur.
"Produksi harian minyak mentah secara gradual menurun dalam beberapa dekade terakhir. Pada saat yang sama, konsumsi terus meningkat. Alhasil, impor minyak olahan terus naik," katanya, Senin (22/4/2014).
Sementara itu, subsidi BBM yang besar diikuti oleh defisit transaksi berjalan yang melebar. Dia mencatat sekitar 25%-30% belanja pemerintah dihabiskan untuk subsidi BBM dalam 3-5 tahun terakhir.
Rata-rata, realisasi subsidi BBM melampaui pagu anggaran hingga 60% sepanjang 2011-2013. Pembengkakan di luar kewajaran akan menjadi-jadi seandainya pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi 45% akhir Juni.
Gundy menghitung defisit migas 2013 sebesar US$9,7 miliar setara dengan 35% defisit transaksi berjalan.
Adapun, manufaktur menurun sejak satu dekade terakhir sejalan dengan melesatnya harga komoditas global. Andil sektor pertambangan terhadap produk domestik bruto naik sejak 2004, sedangkan kontribusi manufaktur turun sejak 2001.