Bisnis.com, JAKARTA - Konsumsi beras per kapita per tahun mengalami penurunan hingga 8,75% dalam hampir 1 dasawarsa, yakni pada periode 2004-2013.
Seperti yang dikutip dari Buku Satu Dasawarsa Membangun Untuk Kesejahteraan Rakyat yang diterbitkan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial di Jakarta, Kamis (17/4/2014), penurunan tersebut dari 107 kilogram per kapita per tahun menjadi 97,6 kilogram per kapita per tahun.
Penurunan konsumsi beras, dinyatakan dalam buku tersebut, merupakan salah satu upaya diversifikasi konsumsi pangan yang diiringi meningkatnya konsumsi bahan pangan lain, seperti umbi-umbian, pangan hewan, buah-buahan dan sayuran.
Di sisi lain, produksi padi meningkat rata-rata 3,20% per tahun dari 54.088 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2004 menjadi 69.271 juta ton GKG pada 2013.
Peningkatan yang disebut dalam buku tersebut, didorong oleh meningkatnya produktivitas padi dari 45,36 kwintal per hektar pada 2004 menjadi 51,50 kwintal per hektar pada 2013 yang juga didukung peningkatan luas panen dari 11,923 juta hektar pada 2004 menjadi 13,451 juta hektar pada 2013.
Sementara itu, produksi jagung selama 2014-2013 juga menunjukkan tren positif dengan peningkatan 8.152 juta ton. Jika pada 2004 produksi mencapai 11.225 juta ton pipilan kering maka pada 2013 meningkat menjadi 18.839 juta ton pipilan kering.
Namun, pemerintah mengakui produksi kedelai sangat fluktuatif, yakni tercatat 723.000 ton pada 2004 meningkat tipis menjadi 847.000 ton pada 2013.
Untuk produksi daing sapi juga mengalami tren yang sama, yakni pada 2004 mencapai 447.500 ton dan pada 2013 menjadi 545.600 ton.
Menurut catatan pemerintah, peningkatan komoditas pangan juga didukung dengan adanya infrastruktur penunjang produksi pertanian, dimulai dari mengembangkan jaringan sumber air melalui pembangunan jaringan irigasi tingkat usaha (Jitut), jaringan irigasi desa (Jides) dan tata air mikro (Tam).
Pembangunan Jitut melalui Kementerian Pertanian selama periode 2006-2011, tercatat seluas 531.709 hektar, Jides 353.311 hektar dan Tam 159.669 hektar.
Sementara itu, anggaran penyaluran pupuk bersubsidi juga meningkat dari senilai Rp1,59 triliun pada 2004 menjadi Rp15,83 triliun pada 2013.
Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor juga dilakukan dengan pengembangan agroindustri yang difokuskan pada Unit Pengelolaan Hasil (UPH) gabah atau beras, tepung-tepungan dan susu.
Revitalisasi unit penggilingan gabah baru dimulai pada 2006 hingga 2012 dan telah mencapai 785 unit, industri tepung-tepungan 99 UPH dan diharapkan pada 2014 tercapai 175 unit.
Untuk agroindustri susu, telah dikembangkan di 45 kabupaten-kota dan dikelola oleh 85 gabungan kelompok peternak (Gapoknak) dan koperasi susu.
Program agroindustri tersebut juga didukung dengan pengembangan usaha di perdesaan dengan adanya program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) yang baru dimulai pada 2008. Dari 2008-2013, PUAP telah memfasilitasi 47.214 dengan anggaran Rp4,7 triliun.
Selain itu juga didukung dengan adanya model kawasan rumah pangan lestari (KPRL) yang dilaksanakan sejak 2011. Awalnya, dibangun 360 KPRL di 360 kabupaten-kota, kini telah dikembangkan menjadi 6.400 KPRL di 33 provinsi.