Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah tetap mewajibkan Freeport mendivestasi sahamnya minimal 30%, meskipun perusahaan ini belum menyatakan kesepakatan atas kewajiban tersebut.
Alasan penentapan persentase divestasi saham sebesar itu, adara negara harus diuntungkan dari usaha pertambangan yang dilakukan perusahaan asal AS itu.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menyatakan negara harus mendapat keuntungan terbesar dari usaha pertambangan yang ada di Indonesia. Karena itu, pemerintah tetap meminta Freeport untuk mendivestasi 30% sahamnya.
“Yang penting itu negara harus dapat bagian besar, tetapi perusahaan juga tetap jalan karena pendapatan negara ini kan untuk pembangunan,” ujarnya seperti dikutip laman Setkab, Selasa (15/4/2014).
Dia mengakui perusahaan asing itu belum menerima permintaan pemerintah tersebut. Meskipun demikian, Susilo menyatakan tanda-tanda ke arah kesepakatan mulai kelihatan. “Negosiasi masih berjalan. Tetapi arahnya sudah semakin baik.”
Kewajiban Freeport untuk mendivestasi 30% saham sebenarnya lebih rendah dari aturan undang-undang yang sebelumnya dipatok sebesar 51%. Alasannya, areal pertambangannya berada di dalam tanah (underground).
Izin Usaha
Sebelumnya pemerintah menegaskan, PT Freeport Indonesia baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak tambang di Mimika, Papua, paling cepat pada 2019.
"Sesuai PP, kelanjutan operasi tambang baru bisa diajukan dua tahun sebelum akhir kontrak. Dengan demikian, kalau kontrak Freeport habis 2021, maka paling cepat diajukan 2019," kata Susilo.
Wamen ESDM mengingatkan sesuai ketentuan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, permohonan perpanjangan diajukan paling cepat dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum habis masa kontrak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
freeport indonesia