Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SK Gubernur DKI Tak Mampu Desak Pengembang Bangun Fasos-Fasum

Rencana Pemprov DKI Jakarta memperketat pengeluaran surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) agar pengembang dapat memenuhi kewajiban fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) belum didukung dengan regulasi yang kuat.

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana Pemprov DKI Jakarta memperketat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) agar pengembang memenuhi kewajiban fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) belum didukung dengan regulasi yang kuat.

Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia Zulfi Syarif Koto menilai landasan hukum berupa Surat Keputusan Gubernur DKI No. 540/1990 tidak kuat untuk menegakkan kewajiban pembangunan fasilitas sosial, ekonomi dan umum oleh pengembang.

Dia menyatakan langkah Pemprov DKI itu mestinya didukung oleh payung hukum berupa peraturan daerah.

Namun, lanjutnya, hingga saat ini regulasi baru, Undang-undang No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), yang memuat perkara kewajiban pengembang itu belum memiliki aturan turunan berupa peraturan pemerintah yang dapat dijadikan rujukan bagi perda.

“Pergub tidak cukup kuat, seharusnya perda,” katanya kepada Bisnis, Kamis (10/4/2014).

Oleh karena itu, tuturnya, pemerintah pusat perlu didorong untuk segera merealisasikan PP bagi UU PK tersebut. “Ini kelalaian pemerintah pusat. Seharusnya setelah keluar UU PKP, pemerintah pusat membuat PP,” tambahnya.

Adapun, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 1/1981, setiap pengembang properti berkewajiban membangun fasos-fasum seluas 40% dari luas lahan yang dibangun perumahan atau gedung komersial.

Kewajiban itu dikuatkan dengan SK Gubernur DKI yang menyatakan pengembang dengan penguasaan lahan di atas 5.000 meter persegi dikenai kewajiban pembangunan rumah susun dari 20% dari total lahannya.

Pemprov DKI akan memperketat pengeluaran SIPPT sebab sejak 2011 tercatat 216 pengembang belum membangun fasos dan fasum yang nilainya mencapai Rp80 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper