Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan di bawah PDI Perjuangan diyakini tidak akan mengulang kebijakan privatisasi BUMN sekalipun kabinet pimpinan Megawati Soekarnoputri sebelumnya getol menempuh langkah itu dengan alasan menambal APBN.
Dalam penghitungan cepat (quick count) yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei, PDI-P unggul di antara 12 partai politik peserta Pemilu 2014 dengan perolehan suara di atas 19%.
Ekonom Universitas Gajah Mada Tony Prasetyantono berpendapat kemenangan PDI-P akan membawa konsekuensi berupa nasionalisme dalam hampir setiap kebijakan ekonomi pemerintahan yang dipimpin partai berlambang banteng moncong putih itu.
Menurutnya, privatisasi yang dilakukan pemerintah sepanjang 2001-2004 dilatarbelakangi oleh posisi Indonesia yang lemah terhadap Dana Moneter Internasional (IMF) dan kebutuhan devisa yang tinggi.
“Saat ini, tekanan seperti itu tidak ada atau jauh berkurang. Jadi, privatisasi ke asing tidak diperlukan,” katanya, Rabu (9/4/2014).
Kalaupun BUMN melantai di bursa, lanjutnya, langkah itu lebih didorong oleh motif ingin menjalankan transparansi dan tata kelola perusahaan yang baik.
Seperti diketahui, saat Megawati memerintah, saham belasan BUMN dilego ke pihak asing. Telkom dan Indosat misalnya, dijual ke perusahaan Singapura STT dan Singtel yang keduanya dimiliki oleh BUMN Singapura, Temasek, dengan alasan untuk menutup tekor anggaran.
Selama 3 tahun pemerintahannya, terjadi privatisasi BUMN senilai Rp3,5 triliun pada 2001, Rp7,7 triliun pada 2002 dan Rp7,3 triliun pada 2003.