Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas fiskal mempertimbangkan usulan pembebasan bea masuk kakao jika seluruh produksi biji kakao di Tanah Air terbukti diolah di dalam negeri.
Wakil Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan Kemenkeu masih menggali lebih dalam apakah kekurangan bahan baku di dalam negeri pascapenghiliran terjadi karena produksi biji kakao di bawah kapasitas produksi atau ekspor bahan mentah masih berlangsung secara besar-besaran.
Menurutnya, gagasan pembebasan bea masuk kakao yang dilancarkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan mungkin dapat dikabulkan jika tidak ada lagi ekspor biji kakao.
“Tapi, kalau masih ada ekspor kakao mentah, artinya kan masih menarik untuk diekspor, itu bea keluarnya dinaikkan. Kami lihat datanya dulu deh,” kata Bamban, Senin (7/4/2014) malam.
Produksi biji kakao dalam tujuh tahun terakhir menunjukkan tren penurunan, sedangkan kapasitas pengolahan di dalam negeri terus meningkat.
Tahun lalu, kapasitas produksi industri kakao nasional meningkat 16,7% menjadi 350.000 ton, tetapi produksi biji kakao sekitar 500.000 ton, naik hanya 10,2%.
Produksi biji kakao pernah menembus rekor pada 2006 dengan volume mencapai 621.873 ton, tetapi terus menurun pada tahun-tahun berikutnya.
Impor biji kakao sejauh ini memang masih di kisaran 20.000 ton per tahun, sebatas untuk bahan campuran.
Namun, tidak tertutup kemungkinan volume impor berlipat jika pasokan bahan baku dari dalam negeri tak mampu menutup kebutuhan industri.
Program penghiliran melalui pengutipan bea keluar 5% dinilai pemerintah berhasil, terbukti dari volume ekspor produk olahan yang lebih tinggi dibanding produk mentah untuk beberapa komoditas.
Volume ekspor biji kakao pada Januari-November 2012 hanya 154.200 ton, sedangkan ekspor kakao olahan mencapai 188.500 ton.