Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bakal membatasi kepemilikan asing maksimal 49% dalam industri sektor perikanan terkait dengan adanya revisi Daftar Negatif Investasi (DNI).
Tyas Budiman, Direktur Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP, mengatakan pihaknya bakal bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP untuk mengawasi hal tersebut.
“Kami ingin, jika ada pihak asing yang masuk, maka bukan untuk mengembangkan sendiri, tetapi bekerja sama dengan perusahaan domestik. Kepemilikan asing juga tidak lebih dari separuhnya,” katanya di Jakarta, Jumat (4/4/2014).
Dia menjelaskan, kerja sama dengan Direktorat Jenderal P2HP difokuskan untuk menertibkan dan mengawasi kerjasama dalam hal Unit Pengelolaan Ikan (UPI). Sementara, pihaknya berfokus dalam pengawasan kapal penangkap.
“Kerja sama dengan P2HP terkait UPI. Nantinya pemilik kapal di atas 200 gross ton [GT] harus bersedia membangun UPI,” paparnya.
Rincinya, lanjut Tyas, dengan adanya peraturan tersebut, perusahaan asing yang memiliki niatan menciduk ikan di lautan Indonesia, selain harus memiliki Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), juga nantinya harus memiliki Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP).
“Pemodal asing yang masuk, harus memberi penjelasan berapa muatan kapal. Jika di rasa besar, maka harus bersiap menyediakan dana untuk membangun UPI melalui kemitraan,” bebernya.
Lebih lanjut, dirinya juga membeberkan wilayah perikanan yang diputuskan masuk ke kawasan moratorium karena dinilai sudahoverfishing. Wilayah tersebut antara lain Laut Jawa, Selat Malaka, Laut Arafura, dan Laut Banda.
“Untuk daerah tersebut, yang masih mempunyai SIPI diperbolehkan sampai masanya habis. Namun, tak akan ada penerbitan baru lagi untuk kawasan tersebut,” ucapnya.
Terkait administrasi, Tyas juga mengungkapkan, pihaknya sedang berencana menerapkan layanan e-services yang berbasis online. Nantinya, setiap proses pengajuan dan permintaan surat ijin penangkapan maupun usaha, bakal bisa dilakukan dimanapun.
“Itu adalah salah satu usaha untuk memotong kontak langsung dengan birokrasi. Alasannya, agar KKP bersih dari gratifikasi serta korupsi, kolusi dan nepotisme,” tuturnya.
Thomas Darmawan, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) mengatakan, niatan KKP untuk membatasi kepemilikan asing memang baik. Namun, perlu diingat, peran perbankan dalam negeri juga harus ditingkatkan.
“Saya lebih berharap pemerintah mau menarik pihak perbankan untuk menyokong industri perikanan. Jadi kita tak perlu mikirini asing, bisa naik sendiri,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (6/4).
Ady Surya, Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI) mengatakan, dirinya gusar dengan berbagai klaim yang menyatakan pihak perbankan menganggap sektor perikanan adalah sektor yang high risk.
“Kalau mau maju, ya harus ditopang oleh perbankan dalam negeri. Ngapain ngurus asing, kalau kita berdiri sendiri saja susah,” katanya kepada kepada Bisnis, Minggu (6/4/2).
Menurutnya, memang baik tujuannya membatasi kepemilikan asing. Namun, kualitas perusahaan domestik juga harus mampu bersaing dengan dukungan perbankan.
“Jangan sampai kayak di Bitung, yang hampir semua perusahaan pengalengannya dikuasai Filipina,” bebernya.