Bisnis.com, JAKARTA- Dewan Pimpinan Pusat Organda menilai pemerintah lamban merespons permintaan organisasi angkutan tersebut agar memberikan insentif bagi para pelaku transportasi publik.
Ketua Umum DPP Organda Eka Sari Lorena mengaku tidak mengetahui hal apa yang menyebabkan pemerintah sangat lambat merespons permintaan Organda yang telah disampaikan kepada Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Padahal permintaan tersebut sudah mereka sampaikan pada 2013 lalu.
“Masih lambat ya [respon pemerintah],” ujarnya, Kamis (27/3/2014).
Apapun alasan kelambanan tersebut, Eka menilai semestinya pemerintah merespons permintaan para pelaku usaha.
Organda, lanjut Eka Sari, meminta pemerintah memotong bea pembelian armada transportasi yang berwawasan lingkungan.
Selama ini, para pengusaha transportasi dikenakan pajak 10% sehingga harganya menjadi lebih mahal.
"Karena lebih mahal, pengusaha memilih untuk membeli produk lama atau bekas yang tidak hemat lingkungan. Masak mobil murah [LCGC] bisa sampai 0% sementara kami yang bergerak di bidang transportasi massal tidak diberikan insentif," ujar Eka.
Selain pajak bagi green car, lanjut dia, Organda juga meminta otoritas fiskal menurunkan kredit bunga untuk pembelian kendaraan transportasi yang saat ini mencapai 20%-25%, dibandingkan sepeda motor yang hanya 4%.
Padahal, lanjut Eka, pertumbuhan sepeda motor yang pesat menyumbang pemakaian BBM bersubsidi serta kemacetan.
"Di luar negeri, kreditnya hanya 3%. Hanya di Indonesia saja yang berada di atas 10%. Pak Wamen berjanji akan menurunkan sampai 7%. Jadi beli kendaraan baru harus diberi insentif lebih banyak daripada membeli yang bekas," tambah Eka.
Menurut Eka, sektor transportasi publik berbasis jalan raya sudah jauh tertinggal dari sisi sarana prasarana dibandingkan dengan kendaraan pribadi.
Insentif diperlukan untuk mempersempit kesenjangan tersebut. Jika tidak diberikan insentif, pengusaha otobus akan makin kerepotan melakukan pelayanan kepada publik.
"Dari sisi jumlah, bus ada 2 juta, truk 5,4 juta. Bandingkan dengan kendaraan pribadi, sepeda motor 77 juta, mobil 30 juta. Jadi harus ada revitalisasi armada transportasi bus. Contohnya 70% truk sudah berusia di atas 30 tahun," imbuhnya.
Danang Parikesit, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia, mengatakan persoalan insentif merupakan isu penting.
Selama ini, ruang fiskal bagi sektor transportasi publik, menurut dia, bisa dikatakan hampir tidak ada.
"Lihat saja pengalihan subsidi BBM Rp50 triliun yang dicabut 2013 lalu, hanya sekitar 1% yang dialokasikan bagi sektor transportasi publik. Ruang fiskal memang tidak proporsional," kata Eka.