Bisnis.com, DENPASAR - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Bali menargetkan kepatuhan pelaporan surat pemberitahuan tahunan 2014 bisa mencapai 268.783 wajib pajak atau 67,5% dari jumlah wajib SPT Bali.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Provinsi Bali Arief Yanuar menyampaikan target tersebut lebih tinggi dari realisasi penyerahan SPT tahunan 2013 yang hanya 263.139 atau 64,14% dari jumlah wajib SPT tahun lalu.
Berdasarkan data Kanwil DJP Bali, jumlah wajib SPT 2014 tercatat hanya 398.197, justru lebih rendah 2,9% dari jumlah tahun lalu yang sebanyak 410.286 wajib SPT.
“Setiap tahun ada penambahan dan pengurangan. WP orang pribadi misalnya meninggal dunia atau WP badan terlikuidasi,” ujarnya kepada Bisnis, Senin(24/3/2014).
Selain itu, imbuhnya, terdapat pula WP badan yang memindahkan kantor pusat ke wilayah lain, sehingga SPT Tahunan tidak dilaporkan di Bali.
Sejumlah WP badan yang tergolong tidak aktif juga berhenti menyerahkan SPT tahunan, misalnya, perusahaan kontraktor yang sedang tidak memiliki proyek atau tidak bertransaksi, sehingga dikategorikan WP badan non-efektif yang tidak wajib melapor SPT.
“Berdasarkan UU perpajakan, ada wajib pajak non-efektif yang tidak bisa diberikan sanksi kalau tidak melapor SPT,”jelasnya.
Ke depan, Arief mengatakan pihaknya akan berupaya memperluas cakupan jumlah wajib pajak baik orang pribadi maupun badan, agar bisa meningkatkan penerimaan pajak Provinsi Bali.
Salah satunya dengan berfokus pada penerapan dan sosialisasi pungutan pajak penghasilan usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) sesuai Peraturan Pemerintah No.46/2013.
Dengan demikian, masyarakat yang selama ini belum terdaftar sebagai WP karena memiliki usaha sendiri akan diarahkan membayar PPh sesuai beleid tersebut.
“Kami sudah berikan skema perhitungan dan mekanisme penyetoran yang sederhana. Hanya tinggal kendala akses pembukuan UMKM yang mudah-mudahan bisa dieliminasi,”tuturnya.
Saat ini, Kanwil DJP Bali sedang bekerja sama dengan seluruh dinas kerja untuk berbagi informasi terkait potensi UMKM dengan kriteria omzet maksimal Rp4,8 miliar per tahun yang menjadi sasaran pembayar pajak.