Bisnis.com, BANDUNG - Keberadaan undang-undang infrastruktur dinilai menjadi solusi yang tepat bagi mandeknya pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur di Indonesia.
Direktur Utama PT SMI Emma Sri Martini mengatakan hingga saat ini terdapat banyak aturan yang belum sejalan dalam kerangka kerja pembangunan infrastruktur. Keadaan tersebut, jelasnya, telah menyebabkan pembangunan infrastruktur Indonesia berjalan di tempat dan tertinggal dari negara-negara tetangga.
Untuk itu, dia menyatakan pemerintah perlu melakukan terobosan atau resolusi, berupa UU infrastruktur guna memecahkan segala hambatan tersebut.
“Banyak sekali regulasi framework yang tumpang tindih, sehingga pembangunan going nowhere. Misalnya dalam UU Minerba mengarahkan eksplorasi sumber biothermal di hutan lindung, UU lain melarangnya,” katanya di sela-sela media workhshop di Bandung, Minggu (16/3/2014).
Melalui UU Infrastruktur, lanjut Emma, setidaknya terdapat empat regulasi yang mesti diselaraskan. Pertama, jelasnya, regulasi yang mengatur otonomi sehingga daerah tidak menjadi seolah-olah wilayah terpisah dari pusat. Dia menyatakan selanjutnya adalah regulasi keuangan negara dan sistem budgeting yang memberikan dukungan fiskal jangka panjang.
Menurutnya, saat ini regulasi hanya membatasi hingga 5 tahun, sementara itu pembangunan infrastruktur melalui skema kerja sama pemerintah-swasta (KPS/public private partnership) memiliki jangka wakut sekitar 20-25 tahun.
“Sinkronisasi UU lainnya, adalah UU sektoral untuk percepatan pembangunan infrastruktur dan UU perbendaharaan tentang pengelolaan aset daerah yang mesti dapat disesuaikan dengan proyek KPS,” sebutnya.