Bisnis.com, JAKARTA--Fitch Ratings memproyeksi transaksi berjalan Indonesia tahun ini defisit US$27,4 miliar atau 3,1% terhadap produk domestik bruto, lebih pesimistis dari perkiraan pemerintah dan Bank Indonesia.
Dalam laporannya, lembaga pemeringkat internasional itu mengemukakan gejolak perdagangan sejak akhir 2011 akibat penurunan harga komoditas ekspor dan kenaikan harga minyak impor kemungkinan berlanjut dan memberikan dampak negatif terhadap keseimbangan eksternal.
“Perdagangan diperkirakan tidak terlalu signifikan membaik, dengan ekspektasi harga minyak dan permintaan China terhadap komoditas Indonesia stabil, sedangkan rupiah kemungkinan tidak terlalu menguat tahun ini,” tulis Fitch dalam laporan itu, Kamis (13/3/2014).
Pemerintah sebelumnya berharap transaksi berjalan tahun ini menyempit di bawah 3%, sedangkan BI di bawah 2,5% terhadap PDB.
Fitch menuturkan beberapa tindakan yang diambil oleh pemerintah dan Bank Indonesia telah menolong – kerap disebut pengetatan kebijakan moneter dan rezim nilai tukar yang lebih fleksibel. Baik pemerintah maupun bank sentral telah menunjukkan kemauan dan kemampuan mengambil kebijakan ketika diperlukan.
“Namun bagaimanapun, rekam jejak otoritas masih dangkal; langkah sulit mungkin lebih mudah diambil sebagai manajemen krisis daripada bagian pencegahan krisis,” ujar Fitch.
Fitch juga menilai proyeksi pertumbuhan ekonomi 6% menurut pemerintah dan 5,8%-6,2% menurut BI tahun ini terlalu optimistis dan tidak sejalan dengan target penurunan defisit transaksi berjalan yang memadai untuk kembali meyakinkan pasar.
Lembaga itu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 hanya 5,3%, lebih rendah dari tahun sebelumnya 5,78%, seiring perlambatan permintaan domestik dan investasi yang ditunjukkan oleh perlambatan kredit serta neraca keuangan yang terpengaruh pelemahan rupiah.
“Meskipun demikian, Fitch meyakini pengambil kebijakan akan membuat ekonomi ‘dingin’ dan mengutamakan stabilitas di atas pertumbuhan, sebagaimana mereka indikasikan,” tuturnya.