Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai lembek dalam menegakkan aturan penghiliran mineral di dalam negeri, menyusul rencana otoritas memberikan keringanan bea keluar ekspor konsentrat mineral tersebut.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika menyayangkan gelagat pemerintah yang kompromistis setelah investor, seperti Freeport dan Newmont melancarkan lobinya.
Menurutnya, tidak ada jaminan para pemegang lisensi kontrak karya akan merealisasikan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian sekalipun telah diberi dispensasi bea keluar.
“Pemerintah akan mengulangi kegagalan setelah 5 tahun sejak 2009 karena tidak berhasil memaksa perusahaan tambang melakukan penghiliran,” katanya, Rabu (5/3/2014).
Menurutnya, pelonggaran itu justru akan menimbulkan ketidakpastian. Pemerintah semakin tidak memiliki wibawa di hadapan pelaku ekonomi, terutama pihak asing.
Lebih jauh, Erani menilai sikap lembek pemerintah itulah yang selama ini membuat Indonesia gagal melesat ke arah ekonomi yang bernilai tambah alias tidak ada induksi teknologi dan inovasi. Dalam jangka panjang, tuturnya, kebijakan itu bisa menjadi kerugian besar bagi Indonesia.
Kegagalan memaksa perusahaan membangun smelter memang tak lepas dari kelalaian pemerintah menyediakan infrastruktur, seperti pembangkit listrik. Erani berpendapat semestinya ada sanksi bagi pemerintah.
“Pemerintah itu kan bukan sesuatu yang abstrak. Kan ada organisasinya, strukturnya, orang-orangnya. Ada program, semestinya yang bertanggung jawab itulah harus dapat sanksi,” tuturnya.