Bisnis.com, JAKARTA - Bea keluar untuk ekspor konsentrat mineral masih bisa berpotensi diturunkan dan didispensasi untuk perusahaan pengolah konsentrat yang serius membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih mineral (smelter).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R. Sukhyar mengatakan perusahaan yang sudah memiliki niat baik membangun smelter akan diberi kemudahan. Syarat agar perusahaan diberi kemudahan dalam membayar BK antara lain sudah terdapat pembangunan fisik seperti konstruksi.
"Beban perusahaan tersebut bisa dikurangi, bisa saja akan mendapat BK 0%," ujarnya, Senin (24/2/2014).
Sukhyar menambahkan mengenai pembayaran BK masih bisa fleksibel karena banyak perusahaan yang saat ini sudah mengolah bijih mineral hingga konsentrat berencana membangun smelter. Hingga saat ini, pemerintah menyatakan belum ada perusahaan tambang yang memperoduksi konsentrat mineral terkena BK karena yang mengekspor hanya perusahaan yang telah melakukan hingga tahap pemurnian.
BK dikenakan pada 6 produk konsentrat bijih mineral yaitu tembaga, pasir besi, mangan, bijih besi, seng, dan timbal. Kementerian ESDM mencatat terdapat dua perusahaan produsen konsentrat yang tengah meminta rekomendasi menjadi eksportir terdaftar (ET) yaitu PT Freeport Indoonesia dan akan disusul oleh PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO).
Perusahaan yang mendapat rekomendasi ET dari Kementerian ESDM tersebut bisa mengajukan ke Kementerian Perdagangan untuk diakui sebagai ET. Setelah itu, perusahaan dapat melakukan ekspor dengan membayar BK.
Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan terdapat 9 perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai ET produk pertambangan dan pemurnian. Kesembilan perusahaan tersebut antara lain PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Vale Indonesia Tbk, PT Anugerah Nusantara Sejahtera, PT Global Multi Tambang, PT Indoferro, PT J Resources Bolaang Mongondow, PT Long Xin Group Resources, PT Nusa Halmahera, dan PT Smelting Gresik.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Utama Indoferro Radius Suhendra membenarkan perusahaannya telah mendapat pengakuan sebagai ET. Perusahaan pengolahan dan pemurnian nikel menjadi Nikel Pig Iron (NPI) tersebut akan meningkatkan volume ekspor NPI 25% dibandingkan tahun lalu.
"Permintaan NPI dari Taiwan, Malaysia, Thailand, dan India saat ini meningkat sehingga volume ekspor akan ditingkatkan," ujarnya.
Radius mengatakan pelarangan ekspor bijih mineral, khususnya nikel membantu Indonesia dalam persaingan dagang internasional karena mendongkrak harga nikel. Selain itu, pelarangan ekspor bijih nikel juga membantu pembangunan industri pengolahan bijih mineral di dalam negeri.
Inda Marlina