Bisnis.com, BANDUNG—Pemerintah Provinsi Jawa Barat kesulitan mengembangkan pasar ekpor untuk produk pengolahan ikan, akibat tingginya permintaan ekspor dalam bentuk ikan segar.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Jabar Jafar Ismail mengemukakan sebagian besar produk ikan yang menjadi tujuan ekspor berupa udang, ikan layur, dan ikan beku. Sedangkan ikan dalam bentuk kalengan masih terbilang minim.
"Negara-negara pemesan lebih menginginkan bentuk utuh atau ikan fresh. Tetapi, kami menyadari seharusnya ada produk ekspor yang sudah diolah terlebih dulu di dalam negeri agar ada nilai tambah," katanya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2014).
Diskanlut mencatat volume ekspor ikan secara keseluruhan pada 2013 mencapai 30.466 ton atau setara dengan nilai sebesar US$131.254.
Ekspor terbesar dilakukan ke beberapa negara Asia seperti Jepang dan Korea. Selain itu, terdapat pula ekspor ikan ke Eropa, Amerika Serikat, dan kawasan Timur Tengah.
"Khusus untuk pasar Uni Eropa pasar ekspor sulit dilakukan karena sangat memperhatikan food safety yang salah satunya ikan tidak boleh ada zat antibiotik."
Meski demikian, pihaknya terus berupaya agar ekspor ikan ini dapat diterima di kawasan Uni Eropa.
"Para eksportir harus memiliki sertifikat internasional. Dengan begitu para ekportir tidak ada penolakan produk dari negera pemesan."
Jafar menambahkan saat ini hasil produksi ikan olahan hanya dipasarkan untuk permintaan di dalam negeri, meski jumlah yang dibutuhkan oleh pabrik pengolah ikan masih tinggi.
"Bahkan kebutuhan bahan baku untuk industri pengolahan didalam negeri belum bisa mencukupi. Sehingga harus di impor karena selain tingginya permintaan, juga jenis ikan yang tidak diproduksi di Jabar seperti ikan makarel," katanya.
Sekretaris Jederal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Jawa Barat Budi Laksana mengemukakan meski permintaan ekspor ikan besar, namun tidak berdampak besar terhadap kesejahteraan nelayan.
Dia mengatakan kondisi itu dipicu akibat nelayan tidak memiliki sertifikasi sendiri dalam akses pasar, baik ekspor atau domestik.
“Nelayan rata-rata masih menjual ikan mereka ke tempat pelelangan ikan. Ini cukup merugikan bagi nelayan, karena nilai pendapatannya cukup rendah,” katanya.
Menurutnya, peningkatan pendapatan nelayan bisa bertambah jika pemerintah memfasilitasi nelayan dengan adanya sertifikasi.
"Kondisi ini secara otomatis dapat mendongkrak harga dan minat nelayan untuk menangkap ikan lebih baik lagi,” jelasnya.(Adi Ginanjar Maulan)