Bisnis.com, JAKARTA-Pelaku industri makanan dan minuman menengah ke bawah terancam gulung tikar dengan pemberlakuan bea masuk antidumping produk poliethylene terephtalate (PET), bahan baku botol plastik, impor yang diusulkan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Franky Sibarani mengatakan dampak pemberlakuan BMAD bahan botol plastik akan memicu kenaikan harga produk mamin mencapai 15%.
Dia menerangkan pelaku industri mamin selama ini tertekan dengan kenaikan yang berpengaruh pada biaya produksi seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikah upah minimum provinsi (UMP), melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) bagi industri sedang I-3 dan industri besar I-4 yang diberlakukan Mei mendatang.
“Akibat kenaikan itu semua, pelaku industri mamin sudah kelimpungan. Ditambah pemberlakukan BMAD PET, tentu banyak industri [mamin] kelah menengah ke bawah terancam gulung tikar,” papar Franky saat dihubungi Bisnis, Senin (10/2/2014).
Menurutnya, penyerapan tenaga kerja bagi industri mamin kelas menengah mencapai 3,5 juta jiwa. Sedangkan industri mamin kategori menengah ke atas di dalam negeri hanya menyerap tenaga kerja berkisar 50.000.
“Coba bandingkan, industri besar mungkin saja tidak begitu berdampak karena telah memiliki teknologi canggih. Kalau industri kecil tentu bingung dengan pemberlakuan ini,” terangnya.
Franky menduga pemberlakuan BMAD PET seolah dipaksakan dengan tujuan untuk meningkatkan penggunaan kemasan plastik berbahan PET dalam negeri di atas 70% atas usulan dari tiga perusahaan di bawah Grup Indorama. Sebagaimana diketahui, tiga perusahaan yang menguasai 63% pasar PET dalam negeri mengajukan petisi penerapan BMAD PET kepada KADI.
“Hasil temuan KADI tidak ditemukan harga impor lebih murah, kalau penerapan BMAD PET itu jika harganya lebih murah,” terangnya.
Franky khawatir penerapan BMAD PET membuat daya saing pelaku industri mamin tidak kompetitif, baik dari harga maupun kualitas. Dampak berikutnya, kata dia, pelaku industri dalam negeri bisa jadi mengimpor produk jadi dengan harga yang lebih murah.
“Itu pilihan bagi pelaku industri yang mungkin saja bisa terjadi,” tuturnya.
Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Prijosoesilo mengatakan penerapan BMAD PET akan memicu kenaikan biaya produksi. Dampaknya, kata dia, pelaku usaha bisa menaikkan harga jual produk minuman yang menggunakan kemasan plastik berbahan PET.
“Tiap industri minuman ringan memiliki cara sendiri dalam menghitung biaya produksi. Yang kami khawatirkan justru kenaikan harga jual dimanfaatkan oleh industri minuman yang tidak memakai PET,” ujarnya.
Triyono mengatakan pemberlakukan BMAD PET tidak tepat kala pelaku industri minuman sedang pusing dengan kenaikan berbagai komoditas. Apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, imbuh Triyono, akan menentukan nasib pengusaha dalam negeri untuk berdaya saing dengan produk luar.
“Apakah kami mampu untuk bersaing atas gempuran produk luar. Sedangkan biaya produksi terus naik. Kami melihat dampak jangka panjang bagi pengusaha minuman,” terangnya.
Penerapan BMAD PET, bahan baku botol minuman plastik, impor perlu akan memicu lonjakan harga produk mamin.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terus membahas masalah BMAD PET dengan Kementerian Perdagangan. Kedua pihak juga membahas usulan penerapan BMAD dari KADI. KADI mengeluarkan rekomendasi BMAD PET impor berkisar 0-18,8%.