Bisnis.com, JAKARTA- Singapura merupakan salah satu negara favorit warga Indonesia untuk menanamkan dananya di sektor properti, karena faktor kedekatan dan kestabilan ekonomi politik.
Perusahaan riset properti DTZ melansir Singapura menawarkan banyak kesempatan bagi warga asing untuk berinvestasi atau membeli produk properti, dengan hak pakai yang masa berlakunya lebih lama dibandingkan dengan di Indonesia.
“Selain itu, warga asing dan permanent residents diperbolehkan meminjam dana dalam mata uang dolar Singapura untuk pembelian produk hunian,” terang DTZ melalui publikasi riset “Property Investment Guide-Asia Pacific 2013-2014.
Hanya saja, dalam tiga tahun terakhir pemerintah negeri Singa itu menetapkan sejumlah kebijakan untuk memperketat pembelian properti terutama residensial oleh warga asing, termasuk WNI. Hal ini mengakibatkan penjualan rumah di Singapura sepanjang 2013 anjlok menjadi 15.301 unit, yang terendah selama empat tahun terakhir.
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan oleh WNI apabila ingin membeli produk hunian di Singapura, sebagaimana dilansir publikasi dari DTZ:
- Warga asing hanya diizinkan membeli produk hunian vertikal (apartemen), dengan sertifikat Hak Pakai selama 99 tahun. Hal ini tidak berlaku untuk hunian tapak di area Sentosa Cove dengan perjanjian tertentu
- Efektif sejak 12 Januari 2013, warga asing harus membayar tambahan bea pemilikan bangunan (Additional Buyer’s Stamp Duty) sebesar 15% dari nilai properti itu.
- Produk hunian yang dibeli pada atau setelah 14 Januari 2011, dan dijual kembali dalam jangka waktu 1- 4 tahun, terkena bea penjualan (Seller’s Stamp Duty) 4%-16%.
- Batas rasio pinjaman (Loan to Value/LTV) yang ditanggung oleh institusi finansial untuk debitur yang hanya memiliki belum memiliki KPR di Singapura adalah 60%-80%. Sedangkan untuk yang memiliki lebih dari satu KPR, hanya 50%-60%.