Bisnis.com, JAKARTA - Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah mengeluarkan rekomendasi Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas Polyethelen Terephalate (PET) impor.
Besaran BMAD yang diusulkan KADI berkisar 0% - 18,8%, yang mana angka 0% ini diusulkan karena produsen yang terkait sudah menaikkan harga jualnya ke Indonesia sebesar 12,2% (price undertaking).
Juru bicara Lintas Asosiasi Makanan dan Minuman Franky Sibarani mengatakan penerapan BMAD ini dipastikan memicu kenaikan harga produk industri yang menggunakan PET termasuk produk makanan dan minuman yang menggunakan PET sebagai bahan baku kemasan plastik.
Setiap 1 % BMAD PET akan memicu kenaikan harga jual produk mamin paling tidak sebesar 0,18%.
“Ini berarti konsumen akan menanggung kenaikan harga jual produk mamin nasional sebesar Rp23,7 triliun per tahun (BMAD 18,8%),” kata Franky di Jakarta, Kamis (23/1).
Franky menambahkan, hasil kajian pada industri minuman menunjukkan setiap kenaikan harga sebesar 1% akan menurunkan permintaan sebesar 0,19%. Secara nasional, industri mamin akan kehilangan pasar hingga Rp4,5 triliun per tahun.
Sebelumnya, sejumlah produsen PET dalam negeri yakni PT Indorama Synthetic Tbk, PT Indorama Ventures Indonesia, dan PT Polypet Karyapersada mengajukan petisi anti dumping kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Ketiga petisioner ini berada dalam satu grup Indorama.
Lintas Asosiasi Industri Mamin sudah mengirimkan permohonan kepada Pemerintah terkait penyelidikan KADI ini yang tidak memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku di Indonesia, serta memohon agar Pemerintah memihak kepada kepentingan nasional yang terbesar dengan cara tidak menerapkan BMAD atas PET impor.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Hendro Baroeno mengatakan bila pemerintah bersikeras menerapkan BMAD terhadap PET, maka berpotensi meningkatkan harga produk makanan dan minuman dalam negeri karena kenaikan harga bahan baku.
“Saat ini kontribusi biaya kemasan ke harga produksi makanan dan minuman berkisar antara 20%-80%, setiap kenaikan harga sekecil apapun akan berpotensi menurunkan daya saing,” kata Hendro.
Hendro menekankan industri makanan dan minuman dalam negeri, menyumbang kurang lebih 10% GDP nasional. Permintaan PET di Indonesia pada 2012 sekitar 156,000 ton dan pada 2013 diperkirakan meningkat 177.000 ton.
Adapun produksi PET pada tahun yang sama mencapai masing-masing 417.000 ton pada 2012 dan 467.000 pada 2013.