Bisnis.com, JAKARTA--2014 merupakan tahun krusial bagi Indonesia karena mengingatkan bagaimana ekonomi nasional di tahun politik yaitu 1999, 2004 dan 2009.
Meskipun secara detil, ketiga periode tersebut memiliki karakteristik unik bila dibandingkan dengan 2014, namun terdapat sejumlah tren dan arah kesamaan kondisi, di antaranya pembangunan ekonomi dijalankan di tengah persaingan politik.
Pakar ekonomi FEUI Firmanzah membenarkan bila dibandingkan dengan 2009, situasi 2014 memiliki kemiripan di mana satu tahun sebelumnya ekonomi nasional menghadapi tantangan yang bersumber dari eksternal.
“Bila pada 2009, kita fokus untuk memitigasi dampak krisis Suprime-Mortgage, maka pada 2014 ekonomi kita juga masih harus memitigasi resiko gejolak pasar keuangan dunia akibat pengurangan stimulus moneter Bank Sentral Amerika Serikat,” ujarnya dalam keterangan yang dimuat laman Setkab, Senin (20/1/2014).
Namun secara umum, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan itu menilai, ekonomi Indonesia satu tahun jelang Pemilu 2014 semakin menunjukkan resiliensi.
Pertumbuhan ekonomi 2013 diperkirakan berada dalam rentan 5,7%-5,8% PDB nominal pada tahun lalu mencapai lebih dari US$946 miliar. Rasio defisit fiskal terhadap PDB tetap terjaga sehat di bawah 3%. Realisasi investasi diperkirakan melampui Rp390 triliun.
Selain itu, menurutnya, inflasi tahun lalu 8,38% atau jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan inflasi saat pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada 2005 yaitu sebesar 17% di pada 2008 (11%). Cadangan devisa juga semakin menguat dan mencapai US$99,4 miliar.
Untuk kredit investasi, dia mengakui modal kerja dan konsumsi meskipun mengalami perlambatan, namun masih menunjukkan peningkatan yang signifikan.
“Pencapaian ini akan menjadi modal berharga bagi ekonomi Indonesia menghadapi tahun politik 2014,” ujarnya.
MEMAHAMI EKONOMI
Menurut Firmanzah, untuk memahami bagaimana ekonomi di tahun politik ada baiknya melihat apa yang terjadi periode Pemilu sebelumnya yaitu 1999, 2004 dan 2009.
Ia menyebutkan sejumlah data ekonomi menunjukkan kinerja ekonomi nasional cenderung tumbuh positif di tahun pergantian kepemimpinan nasional.
Pada 1999, misalnya, paskapertumbuhan minus 13,8% di 1998 akibat krisis multi dimensi, pertumbuhan ekonomi kembali positif menjadi 0,79%. Bahkan pertumbuhan konsumsi di triwulan II dan III di masa Pemilu 1999 tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi pasaka krisis 1998 dan mencapai di atas 7 persen.
“Aktivitas penyelenggaraan Pemilu 1999 telah memberi andil yang besar pada peningkatan konsumsi sepanjang periode tersebut. Indeks harga saham gabungan sepanjang tahun tumbuh positif 70% secara agregat,” papar Firmanzah.
Begitu juga dengan Pemilu 2004, katanya, dengan tantangan yang berbeda mengingat beberapa bulan setelah transisi kepemimpinan terjadi bencana Tsunami Aceh dan beberapa bencana alam lainnya, bagi Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomid dan Pembangunan itu, merupakan periode penataan kelembagaan dan peletakan fondasi perekonomian nasional yang kokoh.
Ia mengemukakan sepanjang 2004, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,13%. Dari sisi sektoral, pertumbuhan terjadi di semua sektor ekonomi kecuali sektor pertambangan dan penggalian dengan variasi pertumbuhan 7%-12%.
Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga, ekspor-impor, dan pembentukan modal tetap menjadi katalis pertumbuhan
sepanjang 2004. Indeks harga saham gabungan juga mengalami kenaikan sepanjang 2004 mencapai 46%.
Sementara pada tahun pemilu 2009, atau paskakrisis global 2008, lanjut Firmanzah, ekonomi nasional masih dapat mempertahankan kinerja positifnya termasuk di saat digelarnya Pemilu 2009. Pertumbuhan ekonomi masih dapat dipertahankan positif di level 4,6%.
Pendapatan per kapita 2009 mampu ditingkatkan menjadi 23,6 juta dibanding 10,4 juta di 2004. Cadangan devisa di akhir 2009 melonjak mencapai US$66,1 miliar atau dua kali lipat dari 2004 sebesar US$36 miliar dollar AS. Indeks harga saham gabungan sepanjang 2009 bertumbuh hingga 87%.
“Konsumsi rumah tangga, investasi dan sektor industri sepanjang 2009 menjadi katalis yang mempertahankan pertumbuhan positif di tengah tertekannya ekonomi dunia paska-2008,” jelas Firmanzah.
Adapun mengenai prospek Lekonomi Indonesia pada tahun politik 2014, menurut Firmanzah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat kabinet paripurna pada Kamis (16/01/13) telah menginstruksikan dua hal penting yang menjadi prioritas ekonomi di tahun ini.
Pertama, pentingnya menjaga stabilisasi harga terutama harga pangan dan memastikan kecukupan pasokannya.
Kedua, arah pembangunan nasional tetap mengedepankan upaya menciptakan lapangan pekerjaan baru dan menenakan sekecil mungkin angka pengangguran. Sementara pembangunan sejumlah proyek infrastruktur dan sektor riil akan terus dipercepat untuk meningkatkan daya saing nasional.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu memaparkan, dibandingkan periode sebelumnya, saat ini Indonesia memiliki kelengkapan kelembagaan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam memitigasi munculnya gejolak di pasar keuangan dunia.
Berjalan baiknya sejumlah mekanisme koordinasi seperti forum koordinasi stabilitas sistem keuangan dan komunikasi antar pimpinan lembaga negara, lanjut Firmanzah, telah memberikan andil yang sangat besar bagi pemantapan stabilitas ekonomi dan politik nasional.
“Semakin baiknya koordinasi Pusat-Daerah tercermin keberhasilan pengendalian inflasi serta hal-hal lainnya termasuk penanganan korban bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi,” ujarnya.
Atas dasar itu semua, Firmanzah optimistis bahwa ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh positif di tengah hiruk-pikuk Pemilu 2014.
"Hal ini ditambah dengan realitas kedewasaan dan kematangan masyarakat Indonesia dalam berpolitik juga semakin tinggi," tandasnya.