Bisnis.com, JAKARTA - Konflik penataan ruang di kawasan dengan tingkat investasi cukup tinggi misalnya Bali dan kawasan ekonomi khusus tersebut berpotensi menurunkan daya tarik daerah tersebut sebagai daerah investasi.
“Contohnya Batam, Menteri Kehutanan menetapkannya sebagai kawasan hutan, tapi sekarang jadi kawasan industri sehingga tumbuh juga keperluan untuk menambah ketersediaan infrastruktur seperti jalan. Tapi peraturannya tidak memperbolehkan itu, makanya ini sedang disesuaikan,”kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Senin (13/1/2014).
Hatta Rajasa mengemukakan semua permasalahan tersebut tengah dibahas dengan tim terpadu yang akan disesuaikan dengan kebutuhan kawasan industri dan kawasan konservasi hutan.
Kini upaya penyelesaian konflik penataan ruang di kawasan ekonomi khusus (KEK/special economic zone) yaitu Bintan, Batam, dan Karimun serta Provinsi Bali dipercepat oleh pemerintah.
Penataan tata ruang itu diperlukan, sambungnya, untuk memberikan kepastian hukum bagi investor sekaligus menjamin keberadaan kawasan konservasi hutan di kawasan industri tersebut.
Selain di KEK, pemerintah juga menemukan ketidaksesuaian pada tata ruang di kawasan konservasi taman hutan raya serta perbaikan zonasi di teluk Benoa yang semuanya didasarkan atas usulan Gubernur Bali.
"Prosesnya masih berjalan sampai sekarang, semuanya masih disesuaikan. Saya harap konflik ini tidak ada lagi karena kita tujuannya sama kok,”tekannya.
Menurut Hatta Rajasa permasalahan tata ruang juga mencakup desakan agar setiap kabupaten dan kota maupun provinsi untuk segera menetapkan peraturan daerah (perda) rencana tata ruang wilayah (RTRW).
“Masih banyak wilayah yang belum punya perda. Hanya sekitar 19 provinsi dari 33 provinsi dan 705 kabupaten/kota yang memiliki perda RTRW. Sisanya belum,”tekannya.
Dirinya mengemukakan peran perda RTRW cukup penting untuk meminimalisir konflik antara daerah investasi dengan kawasan konservasi sehingga nantinya pembangunan perekonomian bisa berjalan selaras dengan kawasan konservasi yang ada.