Bisnis.com, JAKARTA - "Saya tidak tahu pasti apakah saya pernah mendapatkan dan mengkonsumsi obat palsu. Terus terang hampir tidak pernah terpikirkan untuk mempertanyakan keasliannya, karena kebanyakan, saya membeli obat di apotek dan biasanya manjur," tutur seseorang bernama Amaris, dalam sebuah forum perbincangan di internet.
Namun demikian dirinya pernah suatu kali membeli obat sakit kepala favoritnya, dengan kemasan yang tintanya tidak seperti biasanya dibelinya.
"Dulu sieh pernah beli obat sakit kepala merek favorit saya buatan lokal, di toko pinggir jalan. Dan kalau salah satu cara identifikasinya melalui kemasan, mungkin saja itu patut dicurigai keasliannya karena warna tinta pada kemasan luarnya tidak sama dengan yang biasanya saya beli," ujarnya.
Menurut Retno Tyas Utami Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sangat sulit memang untuk membedakan obat palsu dan yang asli hanya dari tampilan fisiknya.
"Bentuk, warna dan kemasan obat palsu sangat mirip dengan obat asli. Dan apakah obat itu palsu atau tidak memang hanya dapat dibuktikan dengan uji laboratorium," tuturnya. Retno menyarankan untuk menghindari mengkonsumsi obat palsu, sebaiknya membeli obat resep hanya di apotek.
"Jangan pernah membeli obat melalui internet atau apotek online. Karena tidak bisa dipertanggungjawabkan. Terbukti penanganan kasus obat ilegal/palsu melalui internet beberapa tahun terakhir meningkat signifikan," tuturnya.
Hasil Operasi Pangea yang digelar September 2011, menemukan sebanyak 30 situs website dan menyita 57 item produk obat, obat tradisional, dan suplemen makanan ilegal dengan nilai keekonomian sebesar Rp82 juta. Dan temuan setahun berikutnya, meningkat menjadi 83 situs website dan menyita 66 item produk senilai Rp150 juta.
Angka tersebut, pada 2013 mengalami lonjakan signifikan dengan temuan 129 situs website online dan menyita 721 item (sebanyak 292.535 pieces), dengan nilai keekonomian mencapai sebesar Rp5,593 miliar.
Operasi Pangea adalah operasi yang dilakukan serempak di beberapa negara yang dikoordinir oleh International Criminal Police
Organization (ICPO)-Interpol dengan tujuan memberantas peredaran obat, obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetika ilegal termasuk palsu yang diedarkan melalui media internet.
Menurutnya, sebagai tahap awal, masyarakat harus dapat mengenali jenis-jenis obat yang beredar di pasaran. "Periksalah penandaan obat, apakah mencantumkan dot hijau, biru, atau merah yang ada huruh K ditengahnya," tuturnya.
Dia menerangkan, dot merah dengan huruf K ditengahnya, berarti termasuk obat keras. Jadi harus menggunakan resep dokter karena dosis harus terpantau
baik oleh dokter, efek samping harus dimonitor, dan hanya dijual di apotek.
"Dot warna biru berarti obat bebas terbatas, yakni hanya dijual bebas dalam jumlah terbatas. Dosisnya sesuai anjuran (biasanya bisa dilihat informasi di kemasannya), efek samping harus diperhatikan, dan jika sakit berlanjut, hubungi dokter. Obat jenis ini dijual di apotek/toko obat berijin," ujarnya.
Sedangkan untuk obat dengan dot warna hijau, berarti obat bebas, yang dijual bebas, dosis sesuai anjuran (lihat informasi dalam kemasan), efek samping relatif kecil tapi jika sakit berlanjut tetap hubungi dokter, dan dijual di apotek/toko obat berijin.
Lalu, bagaimana ciri-ciri obat itu ilegal/palsu?
Retno menerangkan, biasanya obat tersebut tidak memiliki nomor izin edar, atau NIE tidak sesuai dengan yang terdaftar di Badan POM. Lalu, lanjutnya bentuk/warna/rasa/tekstur obat dan kemasan tidak seperti biasanya, tidak mencantumkan nama dan alamat produsen. Meskipun obat tersebut palsu atau tidak hanya bisa diketahui setelah uji labortorium.
Namun demikian, terdapat sejumlah tip sederhana yang bisa digunakan masyarakat agar terhindar dari mengkonsumsi obat palsu.
Pertama, menebus resep obat hanya di apotek. Kedua, sampaikan pada dokter jika tidak ada kemajuan setelah minum obat yang diresepkan. Ketiga, membeli obat di sarana pelayanan kesehatan berijin (obat bebas / obat bebas terbatas di apotek dan toko obat berijin ; obat keras di apotek) dan jangan pernah beli secara online.
Keempat, perhatikan kemasannya, apakah apakah masih tersegel dengan baik atau tidak, kebersihan kemasan, label obat (mencakup nama obat, nomor registrasi/NIE, nama produsen dan tanggal Kadaluarsa).
Kelima, perlu diwaspadai apabila ada perbedaan harga obat yang cukup tinggi. Keenam, segera musnahkan obat kadaluarsa, obat rusak atau obat yang sudah tidak terpakai dengan cara menghancurkan obat dan merusak kemasan agar tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab