Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tinggal selangkah lagi. Bila Presiden sebagai Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) menyetujui usulan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengubah Pasal 11 ayat 3 dalam Rumusan Kebijakan Energi Nasional (R-KEN), bukan tak mungkin untuk pertama kalinya, Indonesia akan memiliki PLTN.
Sebelumnya, Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) telah menyelesaikan studi kelayakan (feasibility studi/FS) di Pulau Bangka awal Desember 2013.
Dari hasil FS itu, ditemukan bahwa Bangka merupakan lokasi strategis untuk membangun PLTN.
“Batuan di pulau Bangka merupakan batuan granit dengan umur lebih dari 200 juta tahun,” kata Natio Lasman, Kepala Bapeten akhir pekan lalu. Menurutnya, batuan ini sangat kuat untuk mendukung pondasi infrastruktur PLTN.
Namun, rencana Indonesia untuk memiliki PLTN masih terkendala R-KEN yang belum disepakati pemerintah dengan Komisi VII DPR.
Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Golongan Karya, Satya Widya Yudha mengatakan dalam R-KEN penjelasan tidak senafas dengan pasal sehingga dia menyarankan agar rapat kerja antara Komisi VII dengan DEN, kemarin, ditunda.
Menurutnya, kata prioritas terakhir dalam Pasal 11 ayat 3 membuat pemerintah tidak leluasa untuk perencanaan jangka panjang. Dia mengatakan agar pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ilmiah tetapi juga geo-politik.
Dia mempertanyakan sejauh mana Indonesia punya kekuatan untuk mengawasi PLTN di kawasan ASEAN.
“Untuk strategi politik jangka panjang, jangan dijadikan pilihan terakhir,” ujarnya, Senin (16/12/2013).
Dia mengkhawatirkan, bila Malaysia atau Singapura yang lebih dulu membangun, lantas bagaimana tanggapan Indonesia soal limbah nuklir. Selain itu, dia mengkhawatirkan soal kemungkinan uranium dari Indonesia akan diekspor ke negara tetangga.
Di sisi lain, anggota DEN Herman Darnel Ibrahim menilai nuklir sebagai prioritas terakhir bukan berarti tidak bisa dibangun. Namun, dia membandingkan dengan Jepang dan Korea. Menurutnya, kondisi kedua negara itu berbeda dengan Indonesia yang memilih berbagai kekayaan sumber energi.
“Bila EBT tidak tercapai, baru nuklir dikembangkan. Pembangunan PLTN tidak murah juga tidak cepat,” katanya.
Sementara itu, pada akhir pekan lalu, Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Natio Lasman mengatakan Indonesia memiliki cadangan uranium sebesar 3800 ton. Dalam presentasinya, dia menyebutkan biaya untuk membangun PLTN dengan daya 10.000 megawatt (MW) membutuhkan biaya modal $4.500 per kilowatt elektik (kWe).
Bila kita bandingkan dengan sumber energi terbarukan lainnya,untuk daya 55MW, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), yang digadang-gadang sebagai energi masa depan Indonesia, membutuhkan biaya modal $2.200 per kWe.
Reaktor nuklir di kawasan Asia Tenggara
Negara | Jumlah reaktor |
Indonesia | 3 Reaktor Riset |
Malaysia | 1 Reaktor Riset |
Filipina | 1 Reaktor Riset Dekomisioning dan |
| 1 PLTN tak dioperasikan karena referendum |
Sumber: Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 2013