Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bintang Smelter Indonesia (BSI) berencana mendirikan smelter nikel di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara senilai US$100 juta.
Perusahaan tersebut merupakan konsorsium antara PT Ifishdeco, Finna Group Surabaya, PAN China Group (Fujian Pan-Chinese Mining Co, Ltd) China dan Tekindo Group.
Hasil dari pabrik pengolahan dan pemurnian yang mulai proses ground breaking Desember ini merupakan nickel pig iron (NPI) berkadar 10%.
Direktur utama BSI Harrison Iyawan mengatakan bahan mentah dipasok dari PT Ifishdeco di Konawe Utara dan PT Tekindo di Halmahera Tengah, Maluku Utara
"Hasil dari smeleter ini nantinya akan kami ekspor ke China," katanya, Rabu (20/11/2013)
Berdasarkan Peraturan Menteri No.7/2012, batas kadar olahan NPI yang diizinkan untuk diekspor senilai lebih dari 6%.
Direktur proyek BSI Omri Samosir mengatakan teknologi yang digunakan untuk smelter nikel BSI menggunakan blast furnace.
Teknologi tersebut dipilih karena di sekitar wilayah pabrik seluas 70 hektare ini tidak ada sumber listrik.
Harrison mengakui mereka harus mengimpor lagi bahan kokas dari China untuk bahan bakar teknologi tersebut.
Selain pembelian kokas, 100% peralatan untuk pembangunan pabrik juga diimpor dari Negeri Tirai Bambu itu.
Blast furnance terkenal sebagai teknologi yang tidak ramah lingkungan.
Namun, Omri mengatakan bahwa teknologi yang mereka gunakan telah terbukti hanya mengeluarkan debu 50 miligram. Selain menghasilkan debu, teknologi tersebut juga menghasilkan panas.
"Kami akan menampung gas panas tersebut dan membangun pembangkit listrik tenaga gas mini untuk tambahan listrik yang lain," ujar Omri.
Smelter nikel ini akan menghasilkan NPI sebanyak 100.000 ton per tahun. Bijih nikel yang dibutuhkan sebanyak 900.000 ton per tahun atau 75.000 ton per bulan.
Pendanaan smelt terbagi menjadi dua. Senilai US$20 juta modal awal untuk pembangunan berasal dari pemegang saham. Bagian kedua, sebanyak US$80 juta akan mereka cari dari pendanaan luar negeri.
BSI merupakan salah satu perusahaan yang telah diverifikasi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Proses pembangunan smelter ini dinilai pemerintah telah mencapai 40%. (ra)