Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA) Jepang menunda penandatanganan kesepakatan pengambilalihan PT.Indonesia Asahan Aluminium (PT Inalum) yang seharusnya dilakukan pada hari ini (31/10/2013).
Menteri Perindustrian M.S Hidayat, mengatakan, penundaan penandatanganan dilakukan atas keinginan kedua belah pihak yang menilai masih butuh waktu beberapa hari ke depan untuk menggelar perundingan.
Penundaan juga tidak melanggar master agreement lantaran ada adendum perpanjangan yang diteken bersama.
“Namun ini tidak akan mengganggu proses. Kedua pihak masih dalam pembahasan internal, saya juga stand by memantau prosesnya," katanya Kamis (31/10).
Dia meminta agar penundaan penandatanganan kesepakatan ini tidak dibesar-besarkan. Hal ini agar perundingan internal tim perunding bisa berjalan dengan mulus dan tidak merugikan Indonesia.
Seperti diketahui, master agreement antara Pemerintah Indonesia dan NAA Jepang untuk mengembangkan pembangkit listrik dan proyek Asahan adalah dengan jangka waktu 30 tahun (commencement of operation 1 November 1983). Artinya master agreement berakhir pada 31 Oktober 2013 dan per 1 November 2013, Inalum akan sepenuhnya beralih ke Indonesia.
Menyangkut nilai pengambilalihan sesuai dengan proyeksi hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per 31 Oktober 2013 senilai US$558 juta, Hidayat mengatakan masih ada sedikit perbedaan pandangan dengan Jepang. Sebelumnya, Komisi XI DPR dan Kementerian Keuangan menyepakati nilai pengambilalihan Inalum oleh pemerintah didasarkan pada hasil audit BPKP yang berakhir pada 31 Oktober 2013.
“Yang nilai US$558 itu, mereka (NAA Jepang) mau tanpa diaudit (langsung ditentukan US$558 juta). Sedangkan kita maunya dengan audit. Mungkin karena nanti dengan audit akan ada perubahan," tuturnya.