Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Chatib Basri menyampaikan empat manfaat pengambilalihan saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) bagi Indonesia.
Dalam rapat koordinasi pengambilalihan PT Inalum antara pemerintah dan Komisi XI DPR, Rabu (30/10/2013), dipaparkan oleh Chatib Basri berbagai pertimbangan bagi pemerintah dalam proses akuisisi Inalum.
Pertama, industri aluminium memiliki prospek yang baik. Estimasi pertumbuhan atas aluminium di pasar domestik akan meningkat signifikan selama periode 2010-2030 lebih dari 3 kali lipat.
PT Inalum merupakan satu-satunya industri penghasil aluminium ingot di dalam negeri dimana saat ini PT Inalum hanya dapat menyuplai 20%-30% permintaan aluminium di pasar domestik. Sedangkan sisa kebutuhan pasar domestik sebesar 70%-80% masih diimpor.
Kedua, industri aluminium smelting memiliki profitabilitas yang baik. PT Inalum berada di industri aluminium smelting dengan tingkat keuntungan yang cukup tinggiuntuk industri aluminium secara keseluruhan.
Peleburan alumina, sambungnya, menjadi aluminium ingot dinilai memiliki peningkatan nilai tambah yang signifikan dari US$340/ton alumina menjadi US$2.500/ton ingot.
Ketiga, PT Inalum adalah salah satu-satunya perusahaan peleburan aluminium di Asia Tenggara yang memiliki fasilitas lengkap dab siap dikembangkan lebih lanjut.
Inalum memiliki pabrik carbon plant, reduction plant, dan casting plant yang lengkap. Kemudian PLTA Siguragura adalah pemasok tenaga listrik untuk kebutuhan sekitar 14.000 kWh per ton aluminium cair. Kondisi keuangan yang baik dan kesiapan karyawan Inalum untuk terus mengembangkan perusahaan.
Keempat, sebagai langkah menuju integrasi industrialisasi Indonesia. Pengambilalihan Inalum merupakan inisiasi dari penumbuhan industri aluminium nasional secara terintegrasi.
Inalum akan menjadi milik Indonesia secara keseluruhan pada 1 November 2013. Kepemilikan Jepang melalui NAA akan berakhir pada 31 Oktober 2013. Pemerintah akan membayarkan nilai pengambilalihan sebesar US$558 juta.
Pemerintah Indonesia memiliki 41,13% saham Inalum, sedangkan Jepang memiliki 58,87% saham yang dikelola konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA).
Konsorsium NAA beranggotakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang 50% dan sisanya oleh 12 perusahaan swasta Jepang. Berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kontrak kerja sama pengelolaan Inalum berakhir 31 Oktober 2013.