Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan industri manufaktur melalui kawasan industri perlu didorong agar Indonesia tidak terus menjadi target pasar negara asing.
Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan nilai impor Indonesia hingga kini masih mendominasi pasar ekspor. Hal tersebut menyebabkan negara mengalami defisit neraca.
"Betapa bahayanya kalau kita tidak punya industri manufaktur yang kuat. Kita hanya akan menjadi pasar, di mana banyak pembangunan mal dari pada kawasan industri, karena oerientasinya belanja bukan produksi,” ujarnya dalam Rakernas XV Himpunan Kawasan Industri (HKI), di Jakarta, Kamis (24/10/2013).
Selama ini, katanya, produksi hasil alam Indonesia sudah banyak dieksploitasi mengingat belum banyaknya industri hilir yang terbangun.
Terkait dengan pembatasan luas lahan kawasan industri hanya 200 ha seperti yang dicantumkan dalam RUU Pertanahan, menurut Faisal, justru semakin membuat industri manufaktur dalam negeri terpuruk.
Dia mengungkapkan dalam penanaman modal asing (PMA) yang dulunya hanya melalui saham, kini sudah mulai banyak menanamkan modal langsung lewat manufaktur. Hal tersebut menunjukan sebuah perkembangan negara.
”Sekarang yang datang kan sudah paling basic seperti industri kimia, farmasi, logam dasar, mesin dan elektronik dengan skala besar. Karakteristik industri ini harus dimengerti, kalau untuk industri mesin jelas membutuhkan lahan yang luas,” jelasnya.