Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi, Standard Chartered Pesimistis Target Tercapai

Bisnis.com, JAKARTA - Standard Chartered Bank pesimistis proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini mampu mencapai target yang telah ditentukan pemerintah yakni 6,3%. Berdasarkan Outlook Economy 2013, proyeksi pertumbuhan ekonomi hanya

Bisnis.com, JAKARTA - Standard Chartered Bank pesimistis proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini mampu mencapai target yang telah ditentukan pemerintah yakni 6,3%. Berdasarkan Outlook Economy 2013, proyeksi pertumbuhan ekonomi hanya mampu mencapai 5,8%.

Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi mengatakan buruknya kondisi ekonomi global masih akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, terutama neraca transaksi berjalan.

Berdasarkan data Bank Indonesia dan riset internal Standard Chartered defisit neraca transaksi berjalan Indonesia pada 2012 masih akan berlanjut bahkan melebar hingga US$26 miliar dari defisit US$24,4 miliar.

Proyeksi pelebaran defisit neraca transaksi berjalan dalam negeri dipicu beberapa hal di antaranya penurunan surplus neraca perdagangan yang diprediksi mencapai US$7 miliar akibat pertumbuhan impor yang semakin kuat. Selain itu proyeksi defisit neraca jasa dan pendapatan juga menjadi pemicu.

Tak hanya itu pelemahan harga komoditas menyebabkan ekspor Indonesia cenderung stagnan. Eric menjelaskan ekspor Indonesia sebagian besar bergantung pada ekspor komoditas energi, sementara impor didominasi bahan baku industri akibat belum dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri.

"Meskipun FDI [foreign direct investment] meningkat, tapi belum cukup untuk menyelamatkan defisit neraca transaksi berjalan hingga akhir tahun ini," ujar Eric di sela-sela pemaparan Outlook Economy 2013, Rabu (10/9).

Pasalnya, akibat kenaikan signifikan upah minimum provinsi (UMP), FDI banyak beralih ke industri padat modal. Sebelumnya pada 2012, 46,2% FDI menyasar sektor manufaktur dengan populasi buruh 13,9%.

Peralihan FDI menuju industri padat modal tersebut menimbulkan kekhawatiran, di antaranya peningkatan impor bahan baku industri. Tak hanya itu, peralihan FDI juga akan meningkatkan permintaan impor barang modal dan produksi.

Pasalnya, pemasok dalam negeri dinilai belum mampu memenuhi permintaan investor FDI baik secara kuantitas, harga, maupun kualitas. Eric menilai, cara untuk mengatasi masalah defisit neraca transaksi berjalan salah satunya melalui investasi portofolio.

Adapun, Eric menyebutkan kebijakan insentif yang diumumkan pemerintah tidak akan langsung berdampak terhadap perekonomian nasional.

"Dampaknya akan terasa paling cepat 6-12 bulan ke depan. Sebenarnya kebijakan yang dampaknya akan terasa paling cepat adalah Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan kredit hingga 7%," tambah Eric.

Lebih lanjut, Eric memprediksikan inflasi sepanjang tahun ini mencapai 9,5% dengan rata-rata peningkatan 7,4%. Meski demikian, pada 2014 inflasi akan menurun hingga 5%.

Untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Standard  Chartered memproyeksikan akan berada pada level Rp12.000 hingga akhir kuartal III/2013.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper