Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Industri Kilang Kayu dan Kayu Pertukangan Indonesia (ISWA) menolak usulan pembukaan ekspor kayu bulat karena dianggap tidak mendukung penghiliran hasil hutan di dalam negeri.
Ketua ISWA Soewarni menuturkan wacana untuk kembali membuka ekspor kayu merupakan suatu kemunduran bagi upaya mengembangkan industri pengolahan hasil hutan di Tanah Air. Pasalnya, hal tersebut menyangkut kepastian bahan baku bagi industri pengolahan domestik.
"Saya tidak setuju ekspor kayu log. Apabila dibuka kembali, kita justru mundur. Kapan ada added value-nya," kata Soewarni dalam sarasehan nasional terkait hutan produksi, Rabu (4/9).
Saat ini, imbuhnya, pasokan kayu gelondongan dari Malaysia dan China sudah membanjiri pasar. Apabila Indonesia juga membuka keran ekspor kayu bulat maka suplai di pasar internasional akan semakin banyak.
"Belum lagi kalau ada oknum yang menunggangi, bagaimana?" tuturnya.
Soewarni menilai harga kayu bulat yang lebih rendah dari biaya produksi bukanlah satu-satunya penyebab lesunya industri hulu kehutanan. Menurutnya, faktor inkonsistensi kebijakan, manajemen, dan invisible cost merupakan faktor yang harus lebih dulu dibenahi pemerintah.
"Saat dolar tinggi, ekspor memang harus digenjot. Tapi jangan kayu bulat hutan alam, harusnya produk hilirisasi yang punya nilai tambah tinggi," kata Soewarni.
Sebanyak 70% anggota ISWA, imbuhnya, sudah tidak lagi bergantung pada bahan baku kayu bulat dari hutan alam. Bahan baku yang diserap industri kayu pertukangan mayoritas adalah sengon dan karet.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Dewan Pengurus Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Bambang Widyantoro menuturkan industri hulu kehutanan memang tengah mengalami masa kritis.
Dengan harga jual yang tidak kompetitif, pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) hutan tanaman industri enggan untuk menanam tanaman perkayuan dan memilih untuk menanam karet dan sengon.
"Kita kejar penanaman pohon kayu pertukangan, tapi kalau kalau tidak bisa untung, mohon maaf, kami tanam karet saja," kata Bambang.